Kamis, 17 September 2009


Pemerintah Kabupaten Jayapura
Membuktikan keberpihakannya
untuk kemandirian masyarakat adat Papua


Sebuah lokakarya yang di selenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura Provinsi Papua yang di pimpin langsung oleh Wakil Bupati Kabupaten Jayapura Zadrak Wamebhu SH, MM. Mencari jalan tengah dari konflik laten penguasaan tanah adat Suku Sentani oleh Pemerintah, untuk kepentingan Pelabuhan Udara Sentani. Proses lokakarya melalui pertengkaran yang cukup sengit. Namun dapat menyepakati beberapa hal yang medukung proses penyelesaian konflik. Pengalaman menarik, dapat menjadi contoh bagi Negara ini........semoga... Hasilnya dapat di baca di bawah ini....


REKOMENDASI LOKAKARYA

KESEPAKATAN PEMILIK TANAH ADAT
TENTANG LOKASI LANDASAN PACU
SESUAI SURAT KEPUTUSAN (BUISSLUIT) PEMERINTAH
Oleh: Hendrik Palo


Bahwa guna penyelesaian Konflik Antara Departemen Perhubungan dengan Masyarakat Adat Pemilik Tanah-Tanah Adat, tentang Areal pelabuhan udara Sentani, maka telah terselenggara Lokakarya antara Pemerintah Kabupaten Jayapura dengan Masyarakat Adat Pemilik tanah adat Lokasi Pelabuhan Udara Sentani . Lokakarya telah menyepakati ekomendasi sebagai berikut:

BAGIAN. 1
Topik:
Luas Areal Tanah Landasan Pacu Pesawat Udara, Berdasarkan Buissluit.

Masalah :
Terjadinya Perbedaan Persepsi Tentang Areal lokasi pelabuhan udara berdasarkan Buissluit antara Pemerintah dan Pemilik Tanah Adat.

Pertimbangan-Pertimbangan
1. Bahwa perihal luas Areall Buissluit, terdapat perbedaan angka lingkupan antara Pengelola Pelabuhan Udara Sentani sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas, dan Departemen Perhubungan kantor pusat.

2. Bahwa Areal tanah berdasarkan Buissluit menurut pengetahuan masyarakat sesuai isi dokumen asli Buissluit mencapai luas 2.609.785,6m2, melingkupi Hotel Manspurani Hingga Gedung Sekaloah Dasar (SD) Abeale. Dengan demikian maka Buissluit Kawasan Pelabuhan Udara Sentani tidak hanya sebatas landasan Pacu Pesawat Udara (Jalur Kuning) seperti pernyataan Kepala Pelabuhan Udara Sentani.

3. Bahwa Data Departemen Perhubungan Pusat Buissluit dengan luas 528.288,3M2. sementara menurut masyarakat pemilik ulayat mencapai luas 2.609.785,6m2

Rekomendasi
Dengan menghargai tuntutan masyarakat adat pemilik tanah, di pertimbangkan dengan beberapa data diatas, dengan ini Kelompok Diskusi Buisluit bersepakat bahwa luas tanah yang di setujui dan diusulkan untuk diproses oleh pemerintah adalah seluas 528.288,3M2, Sesuai data Buisluit yang di miliki oleh Departemen Perhubungan. Untuk Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Jayapura segera melakukan pengukuran ulang atas luas areal tanah 528.288, 3 M2 Untuk landasan Pacu Pesawat Udara.



BAGIAN. 2
Topik
Harga Tanah Per meter .

Masalah
Menentukan Nilai Harga Yang Sesuai NJOP dan nilai SDA alam yang telah hilang.

Pertimbangan-Pertimbangan

Bahwa tanah adat lokasi Pelabuhan Udara Sentani adalah lahan bercocok tanam, dan lumbung pangan lokal bagi pemilik tanah adat . Krisis Pangan akibat pemanasan bumi telah terjadi pada belahan Dunia lain termasuk di tanah Papua, pergantian lahan budidaya pertanian penghasil pangan lokal menjadi pelabuhan udara Sentani berdampak menurunkan nilai ketersediaan pangan lokal bagi 3 kampung.

Bahwa tanah adat lokasi pelabuhan udara Sentani, selain sebagai penyedia pangan lokal, juga menjadi Areal berburu bagi pemilik ulayat ketika itu. Kini areal ini tidak lagi menjadi tempat hidup binatang buruan karena telah di ganti dengan Sarana Pelabuhan Udara Sentani, Akibatnya hutan perburuan menjadi Jauh, luas yang kecil, dan Kadang tidak terdapat binatang buruan.

Bahwa Tanah Adat Lokasi Pembangunan Pelabuhan Udara Sentani, adalah Lokasi Penyedia tanaman Jangka Penjang terdiri dari ; Matoa, Kelapa, Mangga, Sukun Pinang,Sagu, Nangka, dan sebagainya. Pembangunan Pelabuhan Udara Sentani telah mengakibatkan hilangnya tanaman jangka jangka panjang sebagaimana yang di sebutkan.

Bahwa Tanah Adat Lokasi Pembangunan Pelabuhan Udara Sentani, dahulu adalah potensi sumberdaya alam milik masyarakat adat dari 3 (tiga) kampung sebagai menyediakan bahan lokal untuk pembangunan sarana prasarana sesuai kebutuhan Pemilik tanah adat.

Rekomendasi
Dengan adanya Sarana Pelabuhan Udara Sentani diatas tanah adat , dengan mengingat pertimbangan –pertimbangan diatas, maka tidak ada lagi aktifitas pemilik ulayat di kawasan ini, tanah adat akan hilang untuk selama-lamanya, dengan menghormati leluhur dan kelangsungan generasi yang akan datang maka kesepakatan yang ditetapkan; harga per-m2 tanah adat areal Buisluit di putuskan sebesar Rp 1.000.000 ( Satu Juta Rupiah)




BAGIAN.3
Topik:
Pembatalan Surat Keputusan ( Bissluit).


Masalah:
Tuntutan pemilik tanah tidak dapat di penuhi pemerintah karena adanya Buissluit.
Pertimbangan


Bahwa apapun kebijakan yang di keluarkan pemerintah secara prinsip harus memiliki dasar hukum.

Bahwa dalam dokumen Buissluit tidak tertulis keterangan telah/belum terbayarkan ganti rugi Areal Pelabuhan Udara Sentani.

Bahwa upaya-upaya tuntutan ganti rugi areal pelabuhan Udara Sentani sesuai keterangan Buissluit tentang pelabuhan udara Sentani, mengalami kendala karena dasar hukum. Secara hukum Buissluit tidak menyaran Pembayaran Ganti Rugi.

Rekomendasi
Bahwa Surat Keputusan tentang Areal Pelabuhan Udara (Buissluit), Menjadi dasar hukum bagi Pemerintah untuk menunda ganti rugi tanah kepada pemilik tanah, solusi yang dapat di tempuh adalah Membatalkan Surat Keputusan di maksud. Penetapan; Pemerintah Kabupaten Jayapura dan MRP, perlu membuat dan menandatangi surat pernyataan untuk mengugur/Membatalkan Buissluit Pelabuhan udara Sentani

BAGIAN 4

Topik:
Batas kepemilikan Tanah adat dan Mekanisme Pembayaran Ganti rugi


Masalah:

Banyak pihak mengakui sebagai pemilik tanah


Pertimbangan-Pertimbangan
Bahwa masalah mentetapkan marga-marga pemilik tanah, merupakan kewenangan dan hak otonom masyarakat adat untuk memutuskan secara musyawarah melalui mekanisme para-para adat ( Obhe) dan tidak dapat di intervensi oleh Pihak Pemerintah.

Bahwa proses-proses kepemilikan tanah adat secara umum melalui mekanisme-mekanisme adat yang di ketahui dan dipahami oleh masyarakat adat secara internal. Pemahaman seperti ini, merupakan pengetahuan lokal yang sangat membantu masyarakat pemilik tanah untuk memutuskan marga-marga pemilik tanah yang sebenarnya.

Rekomendasi
Bahwa dengan dasar pertimbangan pont 1 dan 2, kepada LMA/DAS Sentani disarankan untuk menginisiasi penyelesaian masalah kepemilikan tanah-tanah adat pada areal Pelabuhan Udara Sentani. Sekaligus membahas pengaturan dan mekanisme penyaluran ganti rugi tanah adat pelabuhan udara.



Demikian rekomendasi ini di buat. Disusun berdasarkan hasil pembahasan kelompok diskusi dan hasil Pleno.



Sentani, 8 September 2009
.















LAPORAN PROSES


LOKAKARYA PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA
DENGAN
MASYARAKAT ADAT
PEMILIK TANAH LOKASI PELABUHAN UDARA SENTANI


1. Latar Belakang

Ini tanah kami, ini kampung kami, dan kami yang membangunnya. Kalimat tersebut di sampaikan oleh Bupati Kabupaten Jayapura ketika membuka Lokakarya Pemerintah kabupaten Jayapura bersama masyarakat pemilik tanah adat areal Pelabuhan Udara Sentani. Pelabuhan udara adalah pintu perubahan, masyarakat adat yang tanahnya digunakan untuk transportasi udara, akan mengalami perubahan walaupun secara bertahap. Perubahan akan terjadi karena kebijakan, selanjutnya perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan dilapangan. Tanpa kebijakan perubahan tidak akan terjadi. Pelabuhan udara adalah pintu perubahan karena, melalui pintu ini pembuat kebijakan akan datang ke Jayapura untuk menetapkan kebijakan, atau sebaliknya ke Jakarta atau ke Provinsi lain bahkan ke Luar Negeri untuk membuat kebijakan bagi perubahan-pewrubahan di Tanah Papua, khususnya untuk kabupaten Jayapura, bahkan perubahan bagi masyarakat adat suku sentani.

Pada sisi lain keberadaan Pelabuhan udara pada suatu areal pasti melahirkan konflik baru dan berkepanjangan. Konflik hak ulayat adalah salah satu konflik dari sekian konflik yang sering ditemukan. Alasan mendasar konflik hak ulayat, terjadi ketika masyarakat adat pemilik ulayat tidak mendapat perhatian dari pemerintah atau pihak lain.

Kepemilikan pemerintah atas sarana prasarana pelabuhan udara sentani yang terdapat di atas tanah adat Suku Sentani di Kabupaten Jayapura provinsi Papua, terus menuai konflik dari masyarakat adat pemilik tanah. Aksi-aksi frontal sebagai bentuk protes dari masyarakat pemilik tanah adat secara langsung di areal pelabuhan udara, dalam bentuk pemalangan areal, secara teknis sangat mengganggu kenyamanan lalutintas pesawat udara, dan aktifitas lainya di pelabuhan udara.

Pemerintah Kabupaten Jayapura sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab atas pengelolaan pelabuhan udara, sekaligus bertanggungjawab atas masyarakat adat pemilik tanah. Merasa penting menghentikan konflik antara masyarakat pemilik dengan Pemerintah tentang areal pelabuhan udara Sentani.

2. Masalah

a) Pembangunan sarana prasarana Pelabuhan Udara Sentani dapat dinilai sebagai potensi masa depan yang menjamin masa depan pemilik tanah dari generasi-generasi. Pemilik tanah belum merumuskan sebuah perencanaan sehubungan dengan masa depan generasi dengan adanya pelabuhan udara.

b) Apa yang di maksud dengan Buissluit Pelabuhan Udara Sentani, terdapat perbedaan pemahaman antara pemerintah dan masyarakat pemilik tanah adat tentang Surat Keputusan ( Buissluit) areal pelabuhan udara Sentani.

c) Berapa luas Areal tanah adat yang dibutuhkan untuk Landasan pacu, nilai luasan berdasarkan Buissluit yang terdapat di dalamnya mendapat persepsi yang berbeda menurut versi masing. Departemen perhubungan dan Pelabuhan udara memiliki perbedaan persepsi, masyarakat adat memiliki data yang jauh berbeda dengan departemen perhubungan.

d) Berapa harga tanah yang layak akan di bayarkan kepada pemilik tanah adat, Pemilik tanah karena tidak terorganisir secara baik, maka pemilik memunculkan harga menurut kehendak mereka masing-masing. Perlu adanya kesepakatan bersama dari pemilik tanah tentang penyatuan harga.

Masalah diatas perlu di selesaikan secara baik, melalui sebuah pertemuan masyarakat pemilik tanah. Forum yang direncanakan pemerintah kabupaten Jayapura adalah melalui lokakarya.

Tujuan
Adapun tujuan di selenggarakannya lokakarya ini adalah untuk:
Membangun pemahaman bersama antara masyarakat pemilik tanah dan pemerintah tentang pemeliharaaran dan pengelolaan pelabuhan udara Sentani, dengan menghasilkan beberapa rekomendai penting sebagai solusi penyelesaian konflik, dan pengamanan aktifitas pelabuhan udara Sentani untuk jangka panjang.

Hasil Yang Di harapkan
a) Adanya rekomendasi tentang masa depan pemilik tanah, dengan memelihara pelabuhan udara bersama pemerintah
b) Adanya Rekomendasi tentang tanah areal landasan pacu.
c) Adanya kesepakatan tentang luas areal berdasarkan Buissluit
d) Adanya rekomendasi tentang harga tanah permeter persegi.


Proses Diskusi
Mengawali proses diskusi peserta mendapat arahan-arahan dari wakil Bupati Kabupaten Jayapura, selanjutnya kelompok terbagi dua. Kelompok pertama dengan topik pembahasan tentang masa depan pemilik tanah apabila pelabuhan udara terdapat di atas tanah mereka, kelompok kedua dengan topik pembahasan memberikan masukan-masukan tentang Surat Keputusan( Buissluit) hamparan tanah untuk areal pelabuhan uadara sentani.


5.1. PROSES FOCUS GROUP DISCUSION (FGD), KELOMPOK BUISSLUIT

Pelaksana
Fasilitator Diskusi : Bapak Yosafat Fele, Ibu Fele
Pendamping Pemerintah : Kepala Dinas Pertanahan kabupaten Jayapura
Pendamping LSM : Pt PPMA Papua (2 staf)

Topik pembahasan
agenda Diskusi Kelompok Buissluit adalah sebagai berikut:

Apa yang di maksud dengan Buisluit Pelabuhan Udara Sentani
Berapa Luas Areal tanah adat yang di butuhkan untuk Landasan pacu.
Berapa harga layak , yang akan di bayarkan kepada pemilik tanah adat

Proses Diskusi di fasilitasi oleh Bapak Yosafat Fele, dan Ibu fele dengan mendapat pendampingan dari Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Jayapura, dan dua orang staf Pt. PPMA Papua.

Proses FGD

Bapak, Eli Yoangka
Sebelum melanjutkan untuk membawas pengertian Buissluit saya Mohon di bacakan dulu isi dari dokumen buissluit yang ada, menurut saya Buissluit adalah Surat Keputusan Negara untuk hal tertentu.

Bapak, Yosafat Fele
Menurut saya Buissluit adalah Surat Keputusan (SK) tentang Pelepasan Hamparan Landasan Pacu, ini yang tertulis dalam dokumen Buissluit yang ad sekarang. .

Badan Pernahan Nasional (BPN) Kabupaten Jayapura
Surat Keputusan Buissluit yang terdapat di BPN memuat hal-hal diantaranya; tentang Posisi Pelabuhan Udara, Kedudukan landasan dalam peta dunia, Panjang dan lebar landasan , tidak menetapkan tentang luasan.

Bapak, Yosafat Fele
SK tentang Buissluit, terdapat dalam keputusan gubernur Guinea

Nikodemus Yoku
Buissluit adalah Surat Keputusan di terbitkan oleh Pemerintah karena satu dan lain hal kepada seseorang atau untuk kepentingan tertentu. proses penguasaan areal pelabuhan udara Sentani di dahului oleh tentara Jepang, pembangunan Pelabuhan Udara Sentani diawali oleh tentara Jepang, pembangunannya oleh seluruh orang Sentani atas sisytem kerja paksa Jepang ketika Itu, tahun pemakaian areal pelabuhan udara Sentani oleh Jepang. Negara Jepang memperoleh tanah adat ini tanpa ijin masyarakat adat tetapi dengan pembunuhan,penganiayaan dan pemaksaan. Setelah pemakaian oleh Jepang, karena perang dimenangkan oleh Belanda maka Belanda Menguasai Pelabuhan Udara Sentani. Ganti rugi yang harus dibayarkan terdiri dari tiga tahap. Tahap 1 adalah ganti rugi pemerintah atas penggunaan areal oleh pemerintah Jepang. Tahap 2 adalah ganti rugi selama penggunaan Belanda, dan tahap ke 3 adalah ganti rugi ketika Indonesia menguasai Papua. tahapan ini harus di ketahui oleh pemerintah.

Ibu Fele.
Pemilik tanah hanya menuntut ganti rugi atas tanah adat yang digunakan oleh Pemerintah untuk Pelabuhan Udara Sentani. Kami tidak tahun adanya jalur kuning dan hijau, kami hanya minta pembayaran ganti rugi. Jalur kuning atau Jalur lainnya sengaja di klem pemerintah, Apapun jalurnya, adalah komponen yang di latakan oleh pihak lain di atas tanah ada milik masyarakat adat. Adanya Surat Keputusan menjadi alasan pemerintah untuk membayarkan ganti rugi. Masyarakat adat pemilik ulayat memiliki surat Asli Buissluit. Yang membocorkan oleh orang pemerintah. Buissluit sengaja di sembunyikan dan dirahasiakan oleh pemerintah. Harus libatkan MRP untuk membantu proses Buisluit ini. Buissluit asli tidak memeiliki Pemerintah Indonesia, karena masyarakat adat pemilik ulayat jangan di bodohi.

Yosafat Fele
Hamparan landasan pacu menurut Pemerintah Belanda adalah meliputi areal hotel manspurani. 528.288,3M2 menurut .Kepala bandara , asli Buisssluit 2juta m2. Bisluit bukan hanya landasan Pacu, tetapi sampai di Sekolah Dasar (AD) Abeale, Luas Bisluit seluruhnya, 2.609.785,6m2 ( sampai di raime-raime= jenis pohon untuk pembuatan perahu).

Anis Yoku..
Fokus pembahasan kita saat ini sebatas tanah adat yang dikelola sekarang oleh pihak Bandara. Terjadi ketidak samaan nilai Luas tanah adat yang di gunakan. 502 ribu menurut Departemen perhubungan, 403 ribu Ha.menurut kepala Pelabuhan udara Sentani. Masing-masing Pemilik tanah adat harus melakukan peninjauan langsung di lapangan bersama pmerintah. Perlu di tentukan tanggal pengukuran bersama masyarakata adat.

Aleksander Himoye Pangkali
Antara 403 ribu dan 502 tidak ada kepastian, perlu kesepakatan dalam pertemuan ini. Lokasi Mansapurani merupakan tempat saya, kita membutuhkan kepastian apakah 502 ribu? karena perubahan nilai luas akan mempengaruhi tanah-tranah adat yang lain, tentu akan membawa kesepakatan-kesepakatan baru dengan mekanisme yang baru pula. Untuk menggugurkan Buissluit memiliki Mekanisme dan Syarat-syarat tersendri. dapat digugurkan melalui SK menteri, tetapi juga bisa melalui pengadilan. Mengenai harga permeter persegi tanah , disesuaikandengan NJOP. Tanah ini di gunakan untuk kepentingan investasi , nilai pembayarannya berdasarkan kepres yang mencatat tentang NJOP.

Pemilik Tanah.
Pelabuhan Udara Sentani terletak dipusat kota, karena itu harga tanah permeter harus di naikan, 500 ribu adalah nilai yang sangat kecil. Kami akan kehilangan tanah untuk selama-lamanya, sementara generasi kami akan terus mengalami penambahan. Saya usulkan nilai yang harus di bayarkan adalah senilai 1 juta rupiah untuk permeter.

Kabag Hukum Pemerintah Kabupaten Jayapura
Harga tanah selalu berkembang dan merupakan hak departemen untuk memutuskan harga yang layak di bayarkan, memang terdapat perbedaan harga, antara kepentingan Umum dan Perorangan, khusus penguasaan tanah untuk kepentingan umum, pemerintah menggunakan peraturan NJOP.

Yosafat Fele.
Dalam forum kita ini terdapat Kepala Badan PertanahanNasional ( BPN) Kabupaten Jyapura. Setiap pengeluaran harus memberikan masukan kepada pemerintah dalam bentuk pajak PPN atau PPH. Pajak kepada Negara adalah bentuk sumbangan rakyat kepada penyelenggaraan pemerintahan di Negara ini, karena itu pajak memiliki arti penting bagi pemerintah, untuk kepentingan pajak bagi pemerintah, maka mekanisme yang digunakan adalah melalui mekanisme NJOP, kita terima NJOP , tetapi harga yang kita yang tentukan.

Anis Yoku.
Kita bicara hak-hak masyarakat adat, artinya siapa saja marga-marga tiga kampung yang memilik hakmilik di atas tanah tersebut harus di putuskan di Forum ini,

Pemilik Tanah
Pajak Pemerintah bukan menjadi bagian yang harus kita diskusikan saat ini, tanah adalah tanah adat bukan tanah Milik Pemerintah. Pajak dapat di kenakan jika tanah tersebut adalah milik pemeintah. Pajak adalah urusan Pemerintah. Tanah adat ini, tidak akan kembali lagi ke masyarakat, tetapi akan hilang selamanya..

Yosafat Fele
Kitas ketahui bersama bahwa proses gantirugi tanah adat ini telah di urus lewat proses pengadilan, dan Harga permeter yang di majukan ke pengadilan sebesar 500 ribu. berapa harga yang pantas menurut pemilik tanah adat, dapat diputuskan melalui Forum ini. Harga 500 ribu merupakan kesepakatan beberapa orang, yang tidak melalui Forum seperti ini. Forum dapat memutuskan harga menurut perhitungan - perhitunngan yang rasional.

Roberth Palo
Sebelum ada aktifitas pelabuhan udara di tanah adat ini, tanah dan hutan merupakan penyedia pangan local dan SDA lain yang dibutuhkan msyarakat adat ketika itu. Penetapan harga Harga harus di imbangi dengan, hilangnya SDA yang dimiliki pemilik , dan analisis tentang masa depan pemilik tanah adat, setelah tanahnya dimanfatkan untuk kepentingan Pelabuhan Udara Sentani, bagaimana masa depan pemilik tanah adat???

Ondofolo Yahim (Alberth Fele)
Mengenai haga permeter sebaiknya dinaikan menjadi Rp. 1.500.000.... tanah pinggiran jalan saat ini untuk kepentingan prorangan/investasi harganya 1 juta, dengan demikian untuk Pelabuhan uadara Sentani dapat mencapai 1.500.000-2.000.000 rupiah.

Aleksander Himoye Pangkali ( Koselo)
Tanah yang kita tempati dan gunakan saat ini adalah harta pusaka, dari Tuhan yang diberikan kepada kita melalui orang Tua (nenek moyang ) kita, orang tua memberikan kepada kita, selanjutnya demikian akan terjadi, sehubungan dengan tanah adat areal pelabuhan udara sentani. Jelas bahwa tanah akan hilang, pertanyaannya adalah apa yang menjadi titipan bagi generasi mendatang. bagaimana kita menghidupkan generasi yang akan datang apabila tanah sebagai lumbung kehidupan tidak ada.

Amos Ondi ( Koselo)
Awalnya pada lokasi tersebut terdapat Hutan Matoa yang cukup luas, juga terdapat kebun-kebun rakyat dengan tanaman umbi-umbian dll. Penguasaan tanah adat oleh pemerintah Jepang, Pemerintah Belanda, dan Pemerintah Indonesia telah memiskinkan masyarakat pemilik tanah adat.

Anis Yoku
Pemalangan yang sering terjadi adalah akumulasi emosi pemilik tanah adat, tetapi aktifitas palang adalah indikator tidak terselesaikannya masalah. Kalau satu hari di palang pemerintah dan perusahaan penerbaagn akan merugi hingga milyaran rupiah, karena alasan ini, maka intensitas security selalu ditingkatkan , Pertanyaannya apakah pemerintah dan perusahaan penerbangan pernah memikirkan kerugian yang di alami masyarakat pemilik tanah adat, karena telah bertahun-tahun tanah adat dipalang pemerintah untuk kepentingan Pelabuhan Udara Sentani???.

Pemilik Tanah.
Perlu penjelasan tentang siapa saja marga yang memiliki tanah adat di areal tanah landasan Pacu. mereka yang berasal dari masyarakat sebagai pemilik harus ada.

Pemilik Tanah
Pemerintah jangan menipu rakyat, pemilik berhak menikmati dampak posisif dari penguasaan tanah adat oleh pemerintah. Kalau bisa tanah ini di Kontrakan kepada Pemerintah.

Abid yakadewa.
Nilai tanah bagi masyarakat adat sangat penting tetapi nilai ini akan hilang untuk selamanya, Untuk bagian landasan kuning harus ada Konpensasi yang jelas.

Aleksander Himoye Pangkali
Dahulu Tanah Pelabuhan Udara adalah lupur, batas lumpur sampai dengan kaki gunung siklop. Bagaimana tempat itu menjadi tanah keras adalah kerja keras masyarakat adat kala itu, Pemerintah dalam memutuskan harus mendasari dengan perasaan, perlu pengecualian dalam masalah ini. Kita tetap ajukan beberapa rekomendasi sesuai keputusan kita.


Lain-lain
Aleks pangkali
Penyampaian Ondofolo Haeseai, Pembayaran akan di\lakukan sesuai prosedur yang disampaikan onfolo Frans Yokhu., Masa depan generasi menjadi hal utama untuk di pertimbangkan, dengan demikian maka beberapa aktifitas penting di Areal dan dalam pelabuhan udara Sentani harus di kerjakan oleh pemilik tanah adat. Pemilik harus mengelola klining Servis, Pemilik juga digunakan sebagai pegawai Negeri. Personeal pekerja dalam areal pelabuhan Udara Sentani, perbandingannya 80;20 , 80% adalah pemilik tanah adat, 20% adalah pendatang. Ada faslitas pemerintah di pinggiran pantai ( Yabaso) perlu di perhatikan untuk pembayarannya.

Wakil Bupati Jayapura
Keputusan dari seluruh proses akan di tetapkan oleh Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Daerah wajib mengelola semua ini untuk di putuskan bersama di Provinsi. Mekanisme Pembagian dan penetapan marga-marga pemilik tanah akan menjadi tanggung jawab DAS/LMA sentani untuk mengatur. menfasilitasi pertemuan dengan pemilik hak ulayat, dan menetapkan siapa pemilik tanah adat di wilayah ini. Penetapan tentang siapan pemilik tanah adat tidak kami masuki , intervensi Pemerintah Kabupaten Jayapura hanya sebatas mencari masukan-masukan tentang apa yang dapat kami bijaki selanjutnya untuk semua proses ini.
Akan ada diskusikan lanjutan untuk mengelola semua informasi, selanjutnya akan di laporkan ke Pemerintah Provinsi Papua. Terimakasih !

Penutup
Laporan prososes mendokumentasikan pendapat pemilik tanah dan pendapat pemerintah tentang bagaimana pemeliharaan dan pengamanan pelabuhan udara sentani untuk jangka penjang, proses diskusi ini menjadi dasar-dasar perumusan rekomendasi sebagaimana rubrik rekomendasi pada laporan ini, merupakan tawaran solusi dari pemilik tanah, untuk pemeliharaan dan pengamanan Pelabuhan udara Sentani ke depan.

Hendrik Palo

LIBAS ONDOFOLO (kepala adat asli), PENGHALANG EKSPLOTASI SDA PAPUA.

GARA-GARA
TAHAN
HAK ULAYAT
ONDOFOLO (Kepala adat) DAN KEPALA KAMPUNG NENDALI DI
TAHAN
POLDA PAPUA.

Oleh: Hendrik Palo

(pengalaman belajar, untuk investasi yang menguntung bagi masyarakat adat, bukan uang belas kasihan dari pemerintah yang dapat membangun ekonomi masyarakat adat. Kemapanan ekonomi akan terjadi, ketika masyarakat ber investasi bersama pemodal untuk pemanfaatan SDA yang merupakan hak milik mereka )

Jauh sebelum konsep negara kerajaan atau kesultanan dikenal diseluruh pelosok Nusantara ini, telah hidup dan berkembang kesatuan-kesatuan sosial politik yang berdaulat.Mereka Secara otonom mengatur dan mengurus dirinya (self determination) serta mengelola tanah dan sumberdaya alam lainnya (land tenure). Komunitas komunitas ini telah mengembangkan aturan-aturan dan juga sistem kelambagaan untuk menjaga keseimbangan antar warga didalam komunitas tersebut dan juga antar komunitas tersebut dengan alam disekitarnya. Kelompok ini secara International dikenal dengan sebutan Indegenous people.

Kampung Nendali , terdapat di Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura Propinsi Papua. Masyarakat adat nya, merupakan salah satu komunitas masyarakat adat Papua yang menguasai dan berdomisili pada suatu wilayah adat yang disebut Nendali Yo, yang di sebut Nendali Yo tidak terbatas hanya pada tempat pemukiman tetapi juga hutan, dan kawasan-kawasan kelola mereka.

Pada bulan fabruari sampai dengan Julli 2009 masyarakat adat kampung Nendali menghadapi sebuah masalah yang cukup rumit, karena menyebabkan dua pimpinan tinggi kampungnya yaitu Ondolo dan Kepala Kampung menjadi piaraan POLDA Papua.

Tepatnya hari sabtu tanggal 11 Mei 2009, terjadi pemalangan lokasi penambangan galian C di Yabawi Kampung Nendali Distrik Sentani Timur. Lokasi penambangan galian C yang telah 23 tahun dikelola oleh CV Bintang Mas, PT Skyline kurnia, dan CV Buma kumawa ditutup oleh masyarakat Adat Nendali, mengakibatkan aktifitas ketiga perusahaan tersebut total terhenti. Sementara proses penyelesaian konflik berjalan pemerintah kabupaten jayapura, membuat surat ijin bernomor 001/PTSK/III/2009. Tanggal 2 maret 2009 perihal ijin penggalian golongan C selama 30 hari terhitung sejak 20 April 2009 kepada CV Bintang Mas. Kebijakan tersebut meningkatkan amarah masyarakt adat Nendali, sehingga beberapa petugas Bintang Mas diancam oleh masyarakat adat. Tetapi menurut asisten II Sekda kabupaten Jayapura, pada selasa 12 Mei 2009, bahwa pemerintah kabupaten Jayapura tidak memberikan ijin apapun kepada CV Bintang Mas, yang ada hanya persetujuan pengangkutan material yang telah di timbun, katanya itupun dibeli dari masyarakat dan sudah dikoordinasikan di Polres Jayapura. pengangkutan material tersisa hal ini mengudang adanya protes keras dari masyarakat adat. Akibatnya Ondofolo Rukhunaei Wallinaei Hokhoi Tembu Nendali dan kepala kampung Nendali di ringkus dalam tahanan POLDA Papua.

Yaba-wi Dan Asal Usul Bintang Mas
Masyarakat adat kampung Nendali memiliki nama-nama adapt (local name) untuk berbagai benda di wilayahnya adatnya, nama local sungai disebut wi, dan yabah sebutan untuk lembah , yabah juga digunakan untuk menyebut areal-areal dangkal di danau Sentani . tempat beroperasi tiga perusahaan ini disebut Yabawi, artinya sungai yang berada pada sebuah lembah. Disini terdapat areal tambang galian C yang cukup luas. Yang dahulu dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dengan alat tradisional, terkenal dengan sebutan tapisan.

Tambang galian C Yang terdapat diareal ini adalah harta karun milik masyarakat adat yang tersembunyi , masyarakat adat yang menjalani kehidupan sebagai masyarakat sub system, tidak menilai tambang C sebagai objeck harta karun, dalam pandangan mereka bahwa keberadaan alam termasuk tambang galian C bukan sesuatu yang berada diluar mereka, masyarakat adat adalah golongan manusia yang menyatu dengan alam, sehingga mereka tidak memberikan penilaiaan-penilaian ekonomis terhadap SDA seperti orang lain di luar mereka. Bagi mereka (masyarakat adat ) makan hari ini telah cukup.

Dalam pandangan perusahaan bahwa karikil dan batuan pasir dalam golongan tambang galian C di areal ini adalah uang. Kesadaran bahwa galian C adalah uang tidak di miliki oleh masyarakat adat pemilik ulayat. Walaupun disana pernah terjadi aktifitas penjualan batu dan pasir oleh masyarakat adat. Untuk memuluskan niatnya hendak menguasai SDA galian C ini, perusahaan SK memulai dengan memanfaatkan 2 tokoh adat yang lebih berpengaruh di Kampung Nendali. Setelah dua tokoh terkoptasi dengan niat perusahaan SK , perusahaan melanjutkan taktik lainnya hingga tanah ulayat yang merupakan pusaka leluhur suku bangsa Nendali berpindah haknya ke Perusahaan SK, yang terjadi sebenarnya adalah perusahaan SK menguasai dan merampas UANG milik rakyat miskin.

Sebab-Sebab Konflik
Menurut beberapa pemuda adat dari kampung Nendali, bahwa selama beroperasi di atas tanah adat kami perusahaan ini tidak pernah memberikan kompensasi dalam bentuk apapun kepada masyarakat adat pemilik ulayat, tidak hanya itu, aktifitas kami dalam memanfaatkan pasir dan kerikil di wilayah adat kami yang telah dikerjakan sejak tahun 600-an, dilarang keras oleh perusahaan, untuk menghindari adanya masyarakat adat di wilayah ini, perusahan menggunakan Brimob, disini terdapat Pos Brimob kata mereka .

Masalah konpensasi/gantirugi/ dan sebagainya adalah kewajiban pihak perusahaan, tidak rasional ketika menguras SDA atau merampas uang miliki orang lain pihak penguras tidak memberikan konpensasi. Memang terdapat kelemahan-kelemahan pada masyarakat ketika lobi awal, yang seharusnya konpensasi dan hal-hal lainnya menjadi kesepakatan antara perusahaan dan pemilik di awal kontrak pertama, tetapi hal ini tidak terlaksana. Sebaliknya perusahaan justru memanfaatkan kelemahan masyarakat, sehingga tidak mereaslisasikan konpensasi sebagaimana layaknya hingga saat ini dan akhirnya pecah konflik seperti ini.

Dapat di bayangkan, betapa sadis dan brutalnya tindakan perusahaan, hak –hak masyarakat adat di kampung Nendali yang merupakan warisan pusaka ini di rebut oleh pihak perusahaan, setelah menguasai SDA galian C , perusahaan juga melarang aktifitas masyarakat adat diatas tanah ulayatnya sendiri.


Pemalangan aktifitas Bintang Mas
Pemalangan atas aktifitas sebuah perusahaan merupakan tindakan nyata masyarakat adat atas keberadaan sebuah perusahaan untuk penyelesaian masalah –masalah yang merugikan mereka. Palang biasanya terjadi ketika perusahaan tidak lagi memperhatikan hak-hak masyarakata adat. Walaupun banyak pihak termasuk pemerintah tidak setuju dengan palang-memalang tersebut, tetapi hal ini adalah upaya terakhir, karena segala upaya telah tersalurkan dengan sopan, tertib , teratur dan ber-adat , tetapi tidak di akomodir secara baik oleh pemerintah dan perusahaan, maka langkah tegasnya adalah Palang.

Agar tidak terjadi palang memalang sebagaimana harapan semua pihak, maka pihak-pihak yang bermasalah dengan masyarakat adat, harus memimiliki inisiatif untuk menyelesaikan masalah, ketika menerima surat masuk dari masyarakat adat harus di respon dengan baik. Dari beberapa pengalaman, masyarakat telah memasukan surat, tetapi tidak mendapat pelayanan yang baik, bahkan tidak di tanggapi sama sekali.


Pembelajaran Bagi Masyarakat Adat
Pengalaman adalah guru yang baik, dengan adanya sengketa hak ulayat antara perusahaan SK , dengan masyarakat pemiliki ulayat. Secara internal di kampung, masyarakat adat Kampung Nendali belum memiliki organisasi asli yang kuat, kekuatan organisasi asli bukan hanya lengkapnya struktur organisasi tetapi juga adanya aturan-aturan kampung yang menjadi payung hukum di kampung. Di kampung Nendali juga terdapat kepala-kepala suku yang bukan orang asli atau dari keturunan yang sama, tetapi hal ini tidak bermasalh jika kampung memiliki sebuah aturan kampung. Selain organisasi asli sebagaimana pelaksana aturan kampung, kumpulan-kumpulan pemuda adat, perempuan adat, dan lainnya dapat membentuk organiasi-organsasi adat untuk mengontrol realisasi aturan-aturan adat.

Bagi masyarakat adat Papua pembelajaran pentinyanya adalah, setiap masalah yang terjadi dilingkungan kampung/suku harus dievaluasi untuk melihat kelemahan-kelamahan baik pada organisasi asli kampung atau aturan-aturan adat dan aplikasinya, karena setiap masalah yang terjadi pasti ada penyebabnya. Secara khusus menyangkut aturan-aturan hukum kampung, setiap kampung perlu mengavaluasi kekuatan dan kelemahan norma-norma adat yang di anut selama ini, untuk melihat relevansinya dengan perkembangan sekarang. Prinsipnya SDA harus memberikan manfaat yang lebih kepada pemilik ulayat.


Investasi Bebas Konflik.
Bagi calon Investor, kasus kampung Nendali memberikan inspirasi positif , artinya bahwa perlu adanya perbaikan-perbaikan dari kehadiran Investasi. Aspek sosial adalah faktor penting untuk diperhitungkan dalam setiap kemauan investasi. Dari berbagai pengalaman menunjukan bahwa konflik dapat terjadi ketika hak-hak masyarakat adat tidak di perhatikan, perusahaan dan Negara tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat adat untuk menyatakan menolak atau setuju dengan aktifitas yang akan di kerjakan. Investasi tanpa konflik, merupakan target yang harus diwujudkan saat ini, secara khusus di Papua dengan pemberlakukaan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Papua, terutama pada pasal 38 dan 43, mengisyaratkan adanya perundingan-perundingan antara perusahaan dan Masyararakat pemilik ulayat, untuk menemukan konsesnsus bersama untuk pengamanan Investasi.

FPIC (Free, Prior and Informed Consent) telah berkembang sebagai prinsip utama dalam jurisprudensi international berhubungan dengan masyarakat adat dan telah diterima secara luas dalam kebijakan sektor swasta atas tanggung jawab sosial, perusahaan dalam sektor kehutanan, perkebunan pertambangan dll. FPIC memaknai adanya perundingan perundingan tanpa paksaan antara investor dan masyarakat adat atau antara pemerintah dan masyarakat adat/masyarakat hukum adat, untuk sebuah aktifitas di wilayah hukum masyarakat adat. Untuk meminimalisir dampak investasi terhadp masyarakat adat maka pada tahap prakondisi dibutuhkan proses penerapan Prinsip FPIC. Kasus Kampung Nendali menjadi pembelajaran bahwa pendekatan yang selama ini di gunakan adalah pendekatan yang tidak tepat di jaman sekarang. Pendekatan yang sesuai dengan prinsip FPIC adalah masyarakat adat harus diberikan hak seluas-luasnya untuk menyatakan Menerima atau Menolak tawaran-tawaran Investasi. Keputusan yang di ambil adalah keptusan yang tidak di politisir oleh pihak lain.


Pemerintah, Investor, dan Kemandirian Masyarakat Adat.
Tambang galian C di Kampung Nendali jelas-jelas tidak memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat adat pemilik ulayat. Awal Keberadaan perusahaan dinilai semrawut dan banyak manipulasi. Konflik yang terjadi merupakan peluang bagi pemerintah untuk mendorong adanya Investasi yang mengamodir kepentingan pemilik ulayat. Pemerintah adalah Perwakilan rakyat yang dapat menyertakan kepentingan rakyat adat bersama investasi.

Memandirikan dan mensejahterakan masyarakat adat, yang merupakan visi pemerintah, visi tersebut adala pernyataan dari perjuangan pemerintah untuk mengawinkan Investor kaya dengan Masyarakat adat Pemilik ulayat tetapi miskin. Selama Investor berjalam sendiri dan masyarakat ke arah yang lain maka kemandirian yang di kumandang hanyalah janji omong kosong. Tetapi janji akan terwujud apabila terjadi penyatuan antara masyarakat adat pemilik tanah, dan Investor pemilik Modal. Disinilah peran strategis pemerintah....

Akhirnya Ondofolo Nendali dan kepala kampung di bebaskan dari tahanan Polda Papua, dengan pernyataan harus menjamin material sisa milik perusahaan terangkut habis untuk mengerjakan proyek pemerintah provinsi papua sampai bulan Desember 2009.

Hendrik Palo