PEMERINTAH
MERAMPAS DAN UPAYA MENGHILANGKAN
STATUS TANAH ADAT PAPUA MELALUI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW),
PAPUA DAN PAPUA BARAT.
Kerjakan Peta tanah adat sebagai bukti Wilayah adat
Oleh :Hendrik Palo
Koord, AMAN Wilayah Tanah Papua
Pengantar
Penghapusan kekuasaan pemerintah adat atas tanah adat telah terjadi ketika UUD 45 di deklarasikan, lihat pasal 33 UUD 45, tanah air udara dan segala isinya di kuasai oleh Negara. Atas dasar tersebut, Pemerintah hingga saat ini tidak menghargai dan menghormati hak-hak masyarakat adat atas tanah adatnya, karena di dalam kata menguasai, terkandung makna memiliki. Dengan mengatakan menguasai artinya bahwa Negara yang memiliki tanah di Seluruh Nusantara ini, secara Nasional di pahami bahwa menguasai bukan berarti memiliki, tetapi secara International dan di kalangan investor menguasai di pahami sebagai memiliki.
Tata Ruang Papua Dan Papua Barat
Tidak Mengakomodir Ruang-Ruang Hidup Masyarakat Adat.
Bagaimana kondisi ruang di tanah Papua, secara detail tersaji dalam RTRW Papua dan Papua Barat, ketika membuat RTRW Papua dan Papua Barat di tahun 2009-2010, Pemerintah tidak memasukan ruang-ruang hidup masyarakat adat Papua dan Papua Barat. Pertanyaan nya adalah kenapa tidak di masukan??, bukankah masyarakat adat yang telah ada disana lebih dahulu. Ingat, bahwa tanah air dan udara di miliki oleh Pemerintah (menguasai), pengerjaan RTWP Papua dan Papua barat, untuk kepentingan siapa? Dari aspek kepentingan bahwa RTRW Papua dan Papua barat di buat untuk kepentingan Pembangunan Infrastruktur dan kepentingan Investasi, Pada rana pasar, RTRW tersebut akan jatuh nilainya kalau memasukan data tentang ruang-ruangb hidup masyarakat adat. Negara dapat menawarkan ruang Papua dengan harga yang mahal kalau disana tidak ada ruang hidup masyarakat adatnya.
Dengan kata menguasai tadi, secara hukum Negara adalah pemilik tanah, dan status tanah bukan lagi tanah adat , tetapi telah menjadi tanah Negara, karena dari segi kepemilikan, masyarakat adat tidak memiliki tanah adat atas tanah Negara. Dengan demikian maka Negara tidak memunculkan informasi tentang komunitas adat dan sumberdaya alamnya dalam RTRW tersebut.
Dalang di balik RTRW Papua Dan Papua Barat
Investasi skala besar, atau Investasi multi internasioanal, mendapat dukungan Bank dunia, ADB dan IMF. Lembaga keuangan international ini, mendominasi praktek – praktek dukungan modal untuk investasi skala besar. Lembaga ini akan berperan hingga ke tingkat kampung, apa bila objeck Investasi tersebut menjadi sumber pengasilan lembaga ini.
Pembuatan RTRW Papua dan papua Barat bukan dana murni APBD atau APBN, tetapi RTRW tersebut di hasilkan dengan bantuan dana Bank Dunia. Kenapa Bank Dunia harus membantu??, atau Bank dunia adalah Dalang di balik RTRW Papua dan Papua Barat yang tidak menggambarkan wilayah otoritas adat itu. ?, untuk kepentingan investasi skala besar, maka pemerintah wajib memberikan informasi secara baik dan benar tentang ruang-ruang Papua, keberadaan masyarakat adat, atau adanya tanah adat adalah informasi menjijikan bagi Bank Dunia. Karena hal berhubungan erat dengan kenyamanan Investasi yang di modali Bank dunia.
Pada beberapa wilayah otoritas adat Kegiatan pembangunan yang dananya dari Bank Dunia, justru keberadaan msyarakat adat menjadi persyaratan untuk pencairan dana Pembangunan, Contohnya Pembangunan PLTA Unurum Guay di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua, Hak masyarakat adat atas tanaman dan ganti rugi tanah adat mendapat perhatian Bank dunia agar segera di data secara baik dan di selesaikan oleh Pelaksana Proyek dalam hal ini oleh Pihak PLN.
Jika mengikuti pengalaman Unurum guay , RTRW Papua dan Papua Barat tidak memasukan ruang-ruang hidup masyarakat adat, seharusnya Pihak Bank dunia sebagai Penyandang dana menolak dan meminta Pemerintah untuk merevisinya kembali.
Adakah Kekuatan Masyarakat Adat???
Secara umum masyarakat adat adalah pihak kalah dalam berbagai persoalan yang lawannya adalah pemerintah atau Investor, status kodrati ini telah di letakan begitu rupah dan benar-benar menyulitkan masyarakat, jangan mengharapkan kemenangan kalau berkonflik dengan pemerintah atau investor, kalah perang adalah status kodrati masyarakat adat. Adakah kekuatan masyarakat adat?? Ketika mengetahui wilayah otoritas adanya tidak ada dalam peta tataruang wilayah Papua dan Papua Barat.
Ibarat manusia tertabrak mobil, supir taksi akan mengatakan bahwa setahu saya tidak ada manusia di jalanan ini makanya saya melaju dengan kecepatan tinggi. Sopir akan mengetahui setelah menabrak manusia tersebut, dan itupun bukan masalah yang berarti bagi dia, karena paling meminta biaya perawatan atau ganti rugi. RTRW Papua dan Papua Barat mengandung skema supir taksi tersebut, masyarakat adatnya akan di hargai ketika ada yang berteriak untuk di hargai. Ketika investor di ijinkan dan masuk di areal tertentu, masyarakat akan berteriak ini adalah wilayah adat kami, ketika itu baru mereka di hargai, artinya bahwa pemahaman masyarakat tentang ruang-ruang adat adalah pemahaman yang keliru yang di buat oleh masyarakat adat, ruang yang ada di Wilayah Negara Indonesia adalah ruang kosong, masyarakat adat juga di kenai prosedur resmi untuk menapatkan ruang adat tersebut.
Masyarakat adat dalam posisi dilematis dan tidak berkuatan sebenarnya, pada sisi lain kita memiliki beberapa konvensi international, dan juga regulasi nasional yang justru memberi kekuatan kepada masyarakat adat, tetapi tidak saja akan mengalami banyak rintangan untuk membuktikan kekuatan tersebut, karena lawan masyarakat adat berada pada setiap lini organisasi pemerintah.
RTRW Papua Dan Papua Barat Merampok Kedaulata Masyarakat Adat.
Perampokan adalah aktifitas individu atau kelompok yang mengambil barang milik orang lain secara paksa. RTRW Papua dan Papua Barat, berada di atas tanah adat, membagai ruang-ruang adat untuk berbagai fungsi untuk kepentingan Infrastruktur dan Pemodal, bukankah barang milik orang lain yang di rampok pemerintah , di mengubahnya menjadi milik Negara, lalu terjadi pembagian ruang sesuai kepentingan beberapa Penyandang dana?
Perampokan tanah adat oleh pemerintah, terbukti dengan RTRW Papua dan Papua Barat. Bagaimana nasib masyarakat adat sebagai pemilik uayat?, jelas sekali bahwa posisi masyarakat adat sangat lemah dengan RTRW bank Dunia tersebut. Pemerintah seharusnya memiliki scenario tentang inkludnya hak-hak adat dalam RTRW Papua dan Papua Barat. Hal ini mengkpromikannya adala pembuangan energy yang percuma, karena idealismenya adalah Merampok.
Petah Kampung Senjata Pertahankan Wilayah Otoritas Adat
Kepedulian tentang Kedaulatan masyarakat adat telah terbangun secara International, beberapa konvenen international membuktikan itu seperti UNDRIPP dan ILO 169, konvenen tersebut lebih tegas menyatakan bahwa sebelum adanya Negara dimana-mana telah ada kampung-kampung masyarakat adat, dan mereka memiliki kemampuan untuk mengurus diri sendiri tanpa intervensi Negara. Tetapi peduli amat dengan konvenen tersebut, justru kampung-kampung adat dan otoritas wilayah ruang adatnya menjadi rebutan Pemerintah dan Investasi.
Peta adalah keterangan gambar sebuah wilayah dalam kertas, yang memiliki titik koordinat , peta dapat membuktikan keberadaan masyarakat dan kepemilikan ruang yang di miliki. Sehingga peta mempermudah orang atau siapa saja untuk mengetahui adanya masyarakat adat pada suatu kampung atau ruang kampung.
Pertanyaannnya adalah bagaimana posisi kampung masyarakat adat ini dapat di ketahui oleh orang lain kalau wilayah tersebut tidak di peta kan, karena itu peta harus menjadi pekerjaan penting bagi masyarakat adat untuk mengarjakan nya. Bersamaan dengan RTRW yang di munculkan Pemerintah, masyarakat adat seharusnya memunculkan dimana ruang-ruang adatnya juga, agar tanah Papua ini jangan di anggap sebagai tanah kosong, sesuai RTRW, tetapi perlu mengeluarkan peta tanah adat sebagai pembanding untuk status tanah adat Papua.
Apakah Masyarakat adat dapat memiliki Peta Tana Adat, memiliki peta adalah suatu keharusan bagi masyarakat adat Papua, adanya ancaman penguasaan ruang oleh pemerintah dan Investasi, memiliki peta adalah kebutuhan masyarakat adat, karena peta adalah solusi penyelesaian konflik penguasaan ruang. Peta tanah adat adalah alat untuk mempertahankan tanah leluhur. Pemerintah dan Investor jangan merampas tanah adat melalui Politik RTRW yang tida akomodir ruang-ruang hidup masyarakat adat.Hendrik Palo,
Apabila komunitas dunia membiarkan orang Papua berkembang sesuai keberadaanya, maka Papua akan sangat bermanfaat bagi Dunia ini.
Senin, 21 Februari 2011
Minggu, 20 Februari 2011
PROFIL SIMPUL LAYANAN PEMETAAN PERTISIPATIF TANAH PAPUA
PROFIL
SIMPUL LAYANAN PEMETAAN PARTISIPATIF
PAPUA DAN PAPUA BARAT
(SLP4B)
________________________________________
1. Pendahuluan
1.1. Kerangka Pikir
Ketika Mitra Samdhana Institute di Papua dan Papua Barat berkumpul di Hotel Rassen Sentani guna mengevaluasi Pelaksanaan Proyek di Tahun 2010 pada tanggal 1-4 November 2010. Dan melakukan Assesment guna perencanaan proyek di tahun 2011, ketika itu Peta menjadi issu penting yang di soroti secara serius oleh para peserta , Pertemuan ini di hadiri juga oleh perwakilan dari Samdhana Institute dan Pengurus Besar AMAN di Jakarta, yang di hadiri Oleh Sdr. Mahir Takaka ( wakil Sekjen AMAN) dan Elisabeth (Fasilitator PB AMAN untuk Papua)
Samdhana di wakili oleh Pete Wood, Ita Natalia, Marthen Hardiono dan Yunus. LSM Lokal Mitra Samdhana hadir dalam pertemuan tersebut adalah ; YALI, Pt PPMA, Koord AMAN Papua, Perdu, Yasanto, PD AMAN Serui, PD AMAN Sorong Raya, Triton sorong, YBAW Wamena, Yayasan Sagu Serui dan perwakilan dari Kaimana . Beberapa nara sumber yang di hadirkan juga dalam pertemuan tersebut diantaranya Bpk Frans Reumi dari Fakultas Hukum Uncen, Edison Giay , Lindon Pangakali dari Pt PPMA, dan Marthen Kayoi kepala Dinas kehutanan Provinsi Papua, serta nara sumber dari Kelompok Kerja REDD Provinsi Papua , Bertindak sebagai fasilitator dalam pertemuan tersebut adalah Pete Wood dari samdhana Institute.
Setelah mendiskusikan berbagai hal, Lahirlah ide bersama untuk membentuk Simpul Belajar Pemetaan Papua, Akhirnya terbentuk Simpul tersebut dan secara aklamasi Sdr ,Hendrik Palo di rekomendasikan peserta sebagai Koordinator Simpul Belajar Pemetaan Papua. Perubahan Nama pun terjadi ketika mendapat masukan dan saran dari beberapa kawan, sehingga nama organisasi forum ini yang tadinya di sebut Simpul Belajar Pemetaan Papua di rubah menjadi Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat yang di singkat SLP4B sekarang, Simpul layanan Pemetaan partisipatif bukan sesuatu yang muncul tanpa alasan, tetapi memiliki sejarah dan latar belakang masalah yang sangat penting. Secara khusus masalah tanah adat, atau tanah ulayat yang terus mengalami penyempitan akibat kegiatan pemerintah dan Pemodal.
Beberapa Aspek menyangkut pemetaan partisipatif yang berkembang dalam Diskusi, adalah sebagai berikut:
Bahwa peta adalah bagian penting dalam keseharian kehidupan modern, peta selalu di butuhkan setiap kali kita ingin mengetahui posisi tertentu. Atau menuju ke suatu tempat. Peta yang tersedia saat ini pun sudah sangat maju dan beragam antara lain berupa atlas, peta rupa bumi, dan peta kota, bahkan dengan menggunakan teknologi GPS ( Global posisitioning System), dengan muda kini kita bisa mangakses pata melalui telepon genggam atau perlengkapan mobil pribadi.
Bahwa peta secara umum juga di gunakan untuk melakukan klaim kepemilikan suatu wilayah di atas buka bumi , sertifikat tanah yang di keluarkan BPN merupakan pembuktian kepemilikan tanah dari seseorang yang di dalamnya terdapat peta. Untuk skala yang lebih besar DEPHUT memberikan konsesi pengusahaan hutan kepada perusahaan-perusahaan, namun konsesi ini umumnya berada diatas tanah yag di kelola masyarakat adat. Akibatnya masyarakat setempat tiba-tiba saja mendapat berbagai larangan yang di bawah oleh sekelompok orang luar, mereka tidak boleh lagi mengambil kayu atau bahkan masuk kedalam suatu hutan yang selama ini sudah mereka urus dan memberi penghidupan bagi mereka. Keadaan sering menjadi lebih buruk Karena klaim orang luar tersebut di dasarkan pada peta konsesi buatan , klaim tersebut kerap kali di sertai intimidasi adan aksi kekerasan terhadap masyarakat adat , bahkan kerap memakan korban jiwa.
Bahwa kekerasan dalam peta terhadap masyarakat adat, pada dasarnya adalah bentuk penghapusan masyarakat adat dari keberadaan mereka di suatu wilayah, untuk melawan proses penghapusan tersebut muncullah gerakan Pemetaan Partisipatif untuk melawan Negara dengan menggunakan bahasa yang sama. Melalui peta-peta yang di hasilkan masyarakat adat sebagai bukti dokumen pendukungnya bisa menunjukan keberadaan mereka dan untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka yang di cabut dan di abaikan.
Bahwa tata ruang wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat, tidak menunjukan ruang-ruang kehidupan masyarakat adat sebagai pemilik tanah adat. Artinya bahwa keberadaan masyarakat adat Papua pada tanah dan hutan mereka telah di hapuskan , Merupakan upaya perampasan tanah adat oleh Pemerintah dan Pemodal atas wilayah-wilayah hidup masyarakat adat Papua dan Papua Barat. Tata ruang tersebut lebih menonjolkan struktur ruang dan Pola ruang untuk kepentingan Pembangunan Infrastruktur dan untuk kepentingan Investasi dalam skala besar, di dalamnya tidak memberikan gambaran tentang keberadaan masyarakat adat, dan ruang-ruang kehidupannya yang telah terjaga dari generasi-ke generasi.
Bahwa peta menjadi penting untuk menunjukan hak-hak masyarakat adat atas sumberdaya alam sekaligus sebagai alat pembuktian hak atas tanah, peta menawarkan suatu cara alternative dalam mengatasi konflik atas sumberdaya alam.
Bahwa peta adalah alat untuk membuat perencanaan , peta sangat bermanfaat bagi rencana-rencana pembangunan sesuai dengan tujuan masing-masing pihak yang berkepentingan dalam membuat suatu peta. Sedangkan kegiatan pemetaan partisipatif yang di maksud kan disini adalah kegiatan yang di lakukan masyarakat adat sendiri untuk mengatur tata ruang mereka baik menyangkut hak-hak adat dan batasannya, pembagian daerah-daerah yang strategis untuk kepentingan ekonomi , berburu, kebudayaan dan lain-lain.
Tujuan
Adapun tujuan pendirian SLP4B ini adalah sebagai pusat pergerakan untuk mempercepat proses Pemetaan Partisipatif dan Registrasi Wilayah adat di Papua dan Papua Barat.
Bahwa Secara umum manfaat dan tujuan peta adalah sebagai berikut;
- Untuk mendapatkan pengakuan hak atas tanah
- Untuk menjelaskan batas-batas hak tanah adat/ulayat
- Untuk mengumpulkan dan melindungi pengetahuan tradisional ( adat)
- Untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan masyarakat adat dalam mengelola dan melindungi sumber-sumber air
- Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat adat dalam menghadapi pihak-pihak luar, Pembangunan infrastruktur dan Investasi.
- Untuk menyelesaikan sengketa-sengketa atas tanah diantara pihak yang memakai lahan ( penyelesaian konflik) baik Intern maupun ekstern
- Untuk ikut berperan serta di dalam perencanaan tataguna lahan dan pengelolaan konservasi.
Sasaran
o Terorganisir Kembali Fasilitator Pemetaan Parisipatif di Papua dan Papua Barat
o Terlenggaranya Pemetaan Partisipatif di Papua dan Papua Barat
o Teregistrasinya Wilayah adat di BRWA.
o Peta menjadi alat kekuatan dan bukti kepemilikan tanah adat, sehingga reklaimening tanah adat mudah di laksanakan.
Jika mengunjungi seluruh instansi pemerintah, pada level Departement di Pusat, Provinsi dan daerah di Kabupaten, terutama mereka yang bertanggung jawab atas pengelolaan Sumberdaya alam atau Bumi , Air dan Udara, maka seluruh tanah di Papua telah habis terpetahkan, untuk kepentingan Pembangunan dan Investasi. Dalam peta-peta yang dihasilkan tersebut sama sekali tidak menunjukan keberadaan masyarakat adat yang telah ada disana secara turun temurun.
Simpul layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat (SLP4B), hadir karena kebutuhan masyarakat adat, ketika kita atau masyarakat adat sendiri berambisi untuk menyelamatkan masyarakat adat dan Sumberdaya Alam Papua maka kita membutuhkan sebuah Aksi solidaritas, memiliki pola pikir dan pemahaman yang sama, dilema individualistic, dan organisatoris domestic perlu di tantang. Kita membutuhkan organisasi Jaringan yang berbasis anggota dan komunitas, agar pemetaan partisipatif ini menjadi sebuah Gerakan komunitas, semua elemen masyarakat adat harus terlibat didalamnya , untuk melakukan aksi yang sama, dan akhirnya Manusia dan Sumberdaya alam Papua dapat di kembalikan pada Posisi yang sebenarnya. Disanalah masyarakat adat Papua akan BERDAULAT, MANDIRI Dan BERMARTABAT dan untuk kepentingan itu SLP4B didirikan.
1.2.Dasar Hukum
Bahwa Pemerintah telah menerbit dua Perdasus yang memberikan peluang bagi masyarakat adat untuk melaksanakan kleim atas tanah ulayatnya, realisasi perdasus berada pada pemerintah kabupaten dan kota di masing-masing provinsi, hanya saja belum di tindak lanjuti sejak tahun 2008. Perdasus tersebut adalah perdasus No. 22 Tahun 2008 Tentang Perlindungan dan pengelolaan Sumberdaya alam Masyarakat Hukum Adat Papua. Dalam pasal 4 ayat 1. Pemerintah Kabupaten / Kota wajib mendampingi masyarakat Hukum adat dalam melakukan Pemetaan Adat Secara Partisipatif. Dan perdasus No.23 tahun 2008 tentang Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Masyarakat Adat atas Tanah. Pada pasal 4, ayat 1a: Batas-Batas wilayah yang di akui sebagai sebagai hak ulayat masyarakat huku adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah di tentukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
1.3.Dimana Ruang Hidup Masyarakat Adat
Percepatan menyampaikan informasi kepada pihak lain merupakan kunci dari gerakan keberhasilan. Artinya pemerintah dapat menarik banyak investor ke Papua karena pemerintah yang lebih dahulu memetakan ruang yang ada, selanjutnya memberikan informasi kepada lembaga keuangan multi internatioanal dan kepada investor untuk menanamkan investasinya. Misalnya peta tentang tata ruang wilayah Papua dan Papua barat, yang tidak memberikan gambaran di mana tempat tinggalnya masyarakat adat Papua, sehingga informasi dalam analisis Investor menyimpulkan bahwa tanah Papua adalah ruang yang kosong, disana tidak ada manusia aslinya. Sehingga nilai-nilai kemanusia kurang di perhitungkan, akhirnya konflik terjadi dan terjadi pelanggaran HAM yang cukup berat, inilah sandiwara yang di pertontonkan selama ini.
Masyarakat adat juga perlu menyampaikan informasi keberadaannya secara cepat, akurat dan di percaya kepada pihak lain.
Adakah ruang-ruang hidup masyarakat adat? Adalah pertayaan ekstrim yang berkembang di era modern ini. tentu masyarakat adat akan mengatakann bahwa mereka memiliki ruang –ruang hidup di tempat mereka. Pelaku Pembangunan dan Investasi justru tidak melihat adanya ruang-ruang kehiduan masyaraat adat, karena peta yang di berikan oleh pemerintah tadi. Dimana letak masalahnya, pihak investor mengatakan disana tidak ada ruang masyarakat adat, tetapi pada sisi lain masyarakat masih ngotot dan mengatakan ini ruang mereka, kuncinya adalah Peta. Ada dan tidaknya ruang masyarakat adat harus di buktikan di atas sebuah peta yang di hasilkan sendiri oleh masyarakat adat secara partisipatif.
1.4.Konflik Pemanfaatan Ruang
Bahwa kebijakan pemerintah cenderung kepada system pengelolaan hutan tanaman Industri, perkebunan dan lain-lain yang berskala besar, sedang maupun kecil, sementara masyarakat adat di Papua mayoritas masih bergantung kehidupannya ke hutan sebagai sumber kehidupannya dengan system pengelolaan yang sangat tradisional. Jika kiprah pemerintah dan pemodal di biarkan berlangsung terus menerus tanpa hambatan, maka kerusakan lingkungan hutan akan semakin parah, dan lebih di sayangkan adalah tersinggkirnya system kelola rakyat yang telah terjadi selama ini. karena Ekspansi sawit, HPH, dan lain-lain areal konsesinya nya di atas hutan rakyat ( hutan masyarakat adat).
Kebijakan pemanfaatan ruang telah di politisir oleh pembuat kebijakan, untuk kepentingan Proyek Pemerintah dan kepentingan Investasi skala besar. Secara tidak langsung keberadaan masyarakat adat Papua diatas tanah adatnya tidak di anulir, dan kemungkinan telah di anggap tidak ada, atau di samakan manusia Papua dengan hewan lain yang ada di alam bebas sana.
1.5.Masalah
Peminggiran suku bangsa asli dari wilayah-wilayah adatnya akibat penguasaan ruang oleh Pemerintah dan Investor adalah hal yang terus menerus terjadi di Negara yang kita cintai ini dan selamanya akan terjadi dan khusunya ,di tanah Papua penguasaan dan pengalihan seperti ini telah dan akan memasukan masyarakat Papua pada kotak kememiskinan, yang tertutup solusinya. Ekspansi perkebunan misalnya, adalah akibat dari promosi pemerintah dalam hal ini oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (The Investment Coodinating Board) tentang 20 titik ruang dengan total luas 2.235.149. Ha (Hasil Survei BKPM Tahun 2005 ) yang tersedia untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit, tersebar pada 17 Kabupaten. Demikian juga untuk jenis perkebunan lain , sementara ruang yang gencar-gancarnya di promosikan oleh pemerintah daerah kepada dunia International dan menjadi minat investasi skala besar ini adalah wilayah-wilayah hidup masyarakat adat yang telah di pakai terus menerus dan dari generasi-ke generasi, pemanfaatan dan pengelolaan oleh masyarakat adat telah terjadi lama sebelum adanya organisasi Negara dan pemerintah Indonesia disana.
Anda adalah manusia, yang di ilhami hikmat dan akal budi oleh Allah Yang Maha Kuasa. Antara anda manusia dan manusia Papua yang ada di dalam dan diatas tanah Papua dimana letak perbedaan manusianya, sama –sama manusia, hanya saja anda dan golongan mu menang dalam kesempatan mendapatkan modal, mendapat uang dalam jumlah besar, sehingga penguasaan ruang-ruang hidup masyarakat adat dapat terjadi dengan mudah, tetapi ini tanah kami dan kami adalah ahli warisnya , semua upaya penguasaan pemerintah dan pemodal atas tanah adat kami sangat kemi kecam, dan kami kutuk ( Ungkapan pemilik ulayat)
Perebutan mendapatkan ruang menjadi dilema tersendiri bagi masyarakat adat ketika masyarakat tidak memiliki dokumen tertulis tentang ruang-ruang yang membuktikan wilayah adatnya. Ketika mempertahankan pendapatnya tentang hak milik nya atas tanah ulayat, dengan tidak menyertai peta dan dokumen lainnya, maka apa yang di pertahankan dengan argumentasi-argumentasi lisan di nilai sebagai sebuah kebohongan, dan biasanya masyarakat seperti ini di kategorikan sebagai penghambat investasi dan Pembangunan di Papua akhirnya di penjarakan.
Peta menjadi penting di era ini, karena hanya dengan peta, argumentasi masyarakat adat atas Tanah Ulayatnya dapat di pertimbangkan. Tetapi pada umumnya kesadaran untuk memiliki peta tanah adat belum di miliki oleh masyarakat , sehingga terdapat banyak kampung atau komunitas yang belum memiliki peta tanah ulayat mereka, karena memang belum di petakan oleh mereka, kondisi ini menjadi peluang bagi pemerintah dan Investor untuk menguasai ruang-ruang masyarakat adat.
Beberapa LSM dan komunitas yang telah membuat peta, mengalami kendala karena beberapa peta mereka telah tercecer bahkan ada yang hilang. Hal ini di sebabkan oleh pendokumentasian dan system date base yang tidak efektif, umumnya mempersalahkan orang yang mengerjakannya, system data base yang baik, justru tidak menghilangkan peta walaupun pengelolahnya berganti-gantian . Sementara itu walaupun beberapa komunitas adat telah memiliki peta tanah adat, tetapi peta tersebut belum di manfaatkan untuk kepentingan advokasi dan klaim tanah adat, masalah lainnya adalah secara wilayah tanah Papua masyarakat adat tidak mengetahui berapa luas tanah yang telah terpetakan di tanah Papua ini, dan berapa yang belum terpetakan dan tanah-tanah mana saja yang terpetakan, semua ini belum di ketahui, walaupun secara local di kumnitas mengetahuinya, tetapi secaa wilayah data ini belum terungkap.
SLP4B, di harapkan menjadi solusi dari berbagai masalah politik ruang yang terjadi di atas tanah Papua, baik masalah di masyarakat adat sehubungan dengan otoritas wiayah adat mereka yang sama sekali jangan di intervensi oleh pihak luar, pemerintah dan investor dan masalah di penggiat pemetaan partisipatif, yang umunya tidak focus dan kurang seirus mengarjakan pemetaan partisipatif dan Advokasinya.
Cita-cita SLP4B, suatu saat masyarakat adat akan membela hak-hak dasarnya atas SDA tidak secara lisan tetapi melalui peta-peta yang telah di hasilkan oleh pikiran,tenaga, dan oleh tangan mereka sendiri.
1.6.Tupoksi
Tupoksi dari Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat adalah sesuai kesepakatan 4 November 2010
a) Menghimpun pembelajaran mitra, dalam pemberdayaan masyarakat adat sehubungan dengan : pemetaan, ekonomi, FPIC, UNDRIP, Registrasi wilayah adat.
b) Menghimpun dan Mengorganisir Hasil Petah Wilayah Adat yang telah di kerjakan oleh Anggota JKPP, LSM Mitra Samdhana dan LSM Lain.
c) Melaksanakan TOF & TOT tentang Pemetaan Partisipatif
d) Aktif memberikan Input kepada Pemerintah dalam kaitan dengan Fasilitator pemetaan
e) Mengambangkan Informasi dan komunikasi tentang pemetaan partisipatif
1.7.Target ( Goals dalam 3 Tahun)
a. Mampu melayani dan menfasililitasi kebutuhan NGO/ormas sekurang-kurangnya pada 16 titik layanan.
b. Membangun Infrastruktur Simpul ( SOP, HRD, Hard & Soft ware)
2. Organisasi
2.1.Nama
Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat atau dengan singkatan di sebut SLP4B
2.2.Pendiri
SLP4B didirikan oleh 10 LSM di Papua, dan telah disahkan Keanggotannya pada jaringan Kerja Pemetaan Partispatif ( JKPP) pada Forum Anggota JKPP pada tanggal 28 Januari 2011 di Cimaphar Bogor.
2.3.Pengurus
Simpul layanan pemetaan partisipatif Papua dan Papua Barat di kerjakan oleh 1 orang sebagai Koordinator Simpul . di rencanakan akan menjadi sebuah organisasi yang memiliki struktur organisasi yang lengkap pada Lokakarya nanti.
2.4.Alamat
Simpul ini berkedudukan di; Jl.Raya Nendali – Sentani No 116. Kampung Nendali Dstrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura Provinsi Papua.
2.5.Anggota Simpul
Anggota simpul terbuka untuk umum , seluruh masyarakat adat Papua berhak menjadi anggota simpul, dalam bentuk orgnisasi , atau nama komunitas masyarakat adat , dan juga anggota perorangan. Untuk sementara sebanyak 11 LSM , 2 Kelompok Kerja komunitas dan 13 anggota individu, yang telah menjadi anggota SLP4B.
3.Program kerja
Percepatan pemetaan parisipatif dan registrasi wilayah Adat, sesuai amanat; kesepakatan ketika terbentuk nya simpul di Hotel Rassen Sentani, Forum Anggota JKPP, juga merupakan amanat Konsolidasi Nasional Fasilitator Pemetaan Partisipatif dan Rapat Nasional Penguatan SLP4B dan Pemetaan Partisipatif Papua, pada tahap awal akan di mulai dengan konsolidasi organisasi..guna membangun pemahaman bersama dan menjalin kembali komitmen semua penggerak masyarakat adat dan masyarakat adat sendiri untuk melihat kembali peta sebagai alat yang penting dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat. Konsolidasi penggiat pemetaan partisipatif, dengan semua penggiat peta, melalui komunikasi email, HP, dan mendatangi langsung.
3.1.Kegiatan Nasional Yang Telah Di Ikuti
Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat ( SLP4B), dalam aktifitasnya mendapat rekomendasi mengikuti beberapa kegiatan yang di laksanakan pada bulan Januari 2011. Kegitan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
23-24 Jan 2011 Konsolidasi nasional Fasiitator pemetaan Partisipatif Cico Resort Bogor pelaksana , AMAN-FF
25 Jan 2011 Seminar Nasional Politik Penguasaan Ruang Berkeadilan di International Convention Center (ICC) IPB Bogor pelaksana , JKPP-FF
26-27 Jan 2011 Konsolidasi Gerakan pemetaan partisipatif menuju Penguasaan Ruang Berkeadilan Cico Resort Bogor pelaksana, JKPP-FF
28 Jan 2011 Rapat Nasional Penguatan SLP4B dan Percepatan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat Cico Resor Bogor pelaksana, AMAN-JKPP-SLP4B-PUSTAKA, Samdhana Institute
3.2.Rencana Kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam 6 bulan di Tahun 2011:
1.Konsultasi Awal Mengenai Peran Simpul Pemetaan Papua
Konsultasi awal dilakukan dengan mitra/organisasi lain yang pernah melaksanakan pemetaan. Tujuan konsultasi adalah untuk mengetahui pengalaman dan pengetahuan yang ada di setiap mitra, serta harapan dan kebutuhan dari simpul. Konsultasi akan dilakukan melalui dua tahap, yaitu: tahap pertama, melalui email dan telpon, dan tahap kedua, dilakukan pada saat workshop pemetaan (lihat di bawah) di mana para mitra akan meninjau kinerja simpul selama beberapa bulan pertama dan menyepakati peran dan ToR ke depan
Jadwal : Bulan 1-2
Keluaran :
ToR dan rencana kerja sementara berdasarkan masukkan mengenai potensi dan kebutuhan yang dimiliki para mitra, serta peran yang diharapkan dari simpul
2.Contoh dokumentasi pembelajaran dari upaya pemetaan
Simpul akan berkonsultasi dengan 3 mitra yang telah melakukan pemetaan, misalnya YBAW Wamena, Triton Sorong dan Pt PPMA. Tujuan adalah untuk untuk menghasilkan deskripsi proses pemetaan yang dilakukan, hasilnya, dan pembelajaran-pembelajaran penting yang relevan bagi lembaga lain yang ingin melakukan pemetaan. Mekanisme pelaksanaannya; pokok-pokok pertanyaan disiapkan oleh Simpul, selanjunya mendatangi lembaga-lembaga tersebut di atas untuk mengkonsultasikannya.
Jadwal : Bulan 2 - 6
Keluaran : laporan dokumentasi hasil dan pembelajaran dari proses pemetaan
3.Contoh Pendampingan/Pelatihan Pemetaan Partisipatif
Simpul akan memilih satu mitra yang ingin melakukan pemetaan tetapi belum memiliki semua ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan. Simpul akan melakukan pelatihan/pendampingan selama proses pemetaan, dan mendokumentasikan proses pendampingan agar menjadi contoh pembelajaran yang berguna bagai lembaga lain. Calon lembaga yang akan didampingi adalah pengurus Daerah AMAN Serui yang memiliki kegiatan pemetaan.
Jadwal : bulan 2 – 6
Keluaran :
Laporan mengenai proses yang dilaksanakan simpul, serta hasil pendampingan
4.Ujicoba registrasi peta
Simpul akan mempromosikan adanya peluang untuk menyimpan dan meregister peta tanah adat dengan BRWA kepada para mitra, dan akan bekerjasama dengan setidaknya satu mitra yang tertarik untuk me-register petanya. Hasilnya adalah contoh alur penyimpanan peta termasuk tipe dan standar data yang dibutuhkan.
Jadwal : Bulan 1-6
Keluaran :
adanya SOP untuk penerimaan dan penyimpanan peta, serta setidaknya satu peta yang telah disimpan.
5.Lokakarya Penyusunan Rencana Kerja Simpul Pemetaan Papua
Sekitar bulan ke-5 tahun 2011, simpul akan melaksanakan lokakarya dengan para mitra yang berkepentingan dengan pemetaan wilayah adat di tanah Papua. Tujuan dari lokakarya tersebut berupa:
• meninjau kegiatan dan hasil simpul pemetaan selama periode pertama
• meninjau peran dan tugas simpul sesuai kebutuhan jaringen pemetaan di Papua
• merancang rencana kegiatan simpul selama satu tahun ke depan
• membuat kerangka proposal untuk mencari dukungan bagi kegiatan simpul ke depan
Jadwal : pelaksanaan bulan ke-5
Keluaran : rencana kerja simpul, proposal untuk mencari pendanaan
Penerima Manfaat
Direct : NGO dan ORMAS
Indirect : Masyarakat, Pemerintah, Investor, Universitas.
Mitra Strategis
AMAN ( PD,PB)
JKPP
BRWA
SAMDHANA
PT PPMA
DAFTAR ANGGOTA ( Sementara)
Organisasi
1. Yayasan Triton Sorong Papua Barat
2. AMAN Daerah Sorong Raya
3. Perdu Manokwari
4. YASANTO Merauke
5. Formaper Merauke
6. YBAW Wamena
7. Yayasan Sagu Seru
8. AMAN Daerah Serui
9. Pt PPMA
10. YALI Papua
11. Kaimana
Kelompok Kerja Komunitas
1. Pokja Rehabilitasi Lahan Kritis Nendali Papua (Pokja ReLaK)
2. Pokja Permata Ifale (Pokja PIfal)
4. Tanggapan Beberapa Teman Tentang SLP4B
Bagaimana Peta dapat di gunakan sebagai alat untuk Advokasi Hak-hak atas SDA dan lain-lain, Masyarakat adat Papua belum merasakan peta sebagai kebutuhan mereka, dalam kenyataannya saat ini, justru mereka tersingkir karena tidak memiliki peta, ketika nanti membutuhkan peta, pertanyaannya adalah apa yang akan di petahkan?? Karena mereka telah kalah cepat, Karena itu membuat masyarakat “jatuh cinta” ( kutip kata Decky Rumaropen direktur YPMD Papua) terhadap peta adalah perjuangan SLP4B yang lebih utama. Biarkan tanah adat berceritera tentang dirinya sendiri, dan hal ini akan terjadi ketika pemilik ulayat jatuh cinta kepada petah.
Pada sisi lain masih ada kawan-kawan yang merasa menjadi objeck proyek, ada yang mengomentari bahwa semua management tentang kegiatan pemetaan ini harus di berikan kepada lembaga-lembaga yang langsung bekerja di masyarakat, kawan-kawan lain jangan mengintervensi hingga ke tititk teknis
Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat ( SLP4B), berperan, hanya sebagai Penggerak Pemetaan Partisipasif, sementara aktifitas melaksanakan peta, atau ukur mengukur ada pada LSM local bahkan komunitas kampung itu sendiri dapat melaksanakannya , “ maaf “ kita patut memberikan Apresiasi terhadap kawan-kawan lain, karena perjuangan mereka sehingga munculnya SLP4B, ini fakta dan kenyataan. Prasangka buruk tentang mereka seharusnya di hilangkan..
Nasib masyarakat adat dimana saja sama di Negara ini, mereka yang berada di Sumatera Kalimantan dan Sulawesi mengalami Nasib yang sama dengan kita di Tanah Papua ini. kita adalah korban ketidak adilan yang di selenggarakan oleh Negara ini. karena itu kita membutuhkan gerakan masyarakat adat secara International dan nasional untuk merubah Ketidak adilan di tanah Papua, Ketidaka adilan dalam pemanfaatan ruang melaju terlalu cepat, dan tentu mempercepat pula penguasaan pemodal dan pemerintah atas ruang-ruang masyarakat adat, pada tataran local kita memiliki banyak keterbatasan, dan kendala, karena itu kita membutuhkan sebuah jaringan, kita membutuhkan aliansi yang lebih luas dengan manusia-manusia yang bernasib sama, katerlibatan banyak kawan merupakan sumbangan yang sangat bararti untuk Gerakan pemetaan di tanah Papua, hanya dengan jejaring yang solid, yang di mulai dari komunitas, daerah Kabupaten , Provinsi, Nasional dan International, ketidak adilan ruang dapat di batasi.
Fasilitator Pemetaan
Tina Wanatorei, Abner Mansai, Noak Wamebu, Paul Katamap, Yason PH wally, Edison Robert Giay, Decky Rumaropen, Bastian Wamafma, Wim Kayoi, Zet Wally, Kornelis Yanuaring, Lindon Pangkali, danPiter Dantru.
5.Penutup
Demikian Profil ini di susun dan di sampaikan kepada anggota SLP4B, semua masukan untuk perbaikan dan penguatan SLP4B, akan membantu pergerakan simpul untuk menjadi dinamis dan efektif untuk Penyelamatan tanah adat di Papua dan Papua Barat dari Intervensi brutal Pemerintah dan Pemodal, selamat berjuang….
Salam
Hendrik palo
Ketua SLP4B
SIMPUL LAYANAN PEMETAAN PARTISIPATIF
PAPUA DAN PAPUA BARAT
(SLP4B)
________________________________________
1. Pendahuluan
1.1. Kerangka Pikir
Ketika Mitra Samdhana Institute di Papua dan Papua Barat berkumpul di Hotel Rassen Sentani guna mengevaluasi Pelaksanaan Proyek di Tahun 2010 pada tanggal 1-4 November 2010. Dan melakukan Assesment guna perencanaan proyek di tahun 2011, ketika itu Peta menjadi issu penting yang di soroti secara serius oleh para peserta , Pertemuan ini di hadiri juga oleh perwakilan dari Samdhana Institute dan Pengurus Besar AMAN di Jakarta, yang di hadiri Oleh Sdr. Mahir Takaka ( wakil Sekjen AMAN) dan Elisabeth (Fasilitator PB AMAN untuk Papua)
Samdhana di wakili oleh Pete Wood, Ita Natalia, Marthen Hardiono dan Yunus. LSM Lokal Mitra Samdhana hadir dalam pertemuan tersebut adalah ; YALI, Pt PPMA, Koord AMAN Papua, Perdu, Yasanto, PD AMAN Serui, PD AMAN Sorong Raya, Triton sorong, YBAW Wamena, Yayasan Sagu Serui dan perwakilan dari Kaimana . Beberapa nara sumber yang di hadirkan juga dalam pertemuan tersebut diantaranya Bpk Frans Reumi dari Fakultas Hukum Uncen, Edison Giay , Lindon Pangakali dari Pt PPMA, dan Marthen Kayoi kepala Dinas kehutanan Provinsi Papua, serta nara sumber dari Kelompok Kerja REDD Provinsi Papua , Bertindak sebagai fasilitator dalam pertemuan tersebut adalah Pete Wood dari samdhana Institute.
Setelah mendiskusikan berbagai hal, Lahirlah ide bersama untuk membentuk Simpul Belajar Pemetaan Papua, Akhirnya terbentuk Simpul tersebut dan secara aklamasi Sdr ,Hendrik Palo di rekomendasikan peserta sebagai Koordinator Simpul Belajar Pemetaan Papua. Perubahan Nama pun terjadi ketika mendapat masukan dan saran dari beberapa kawan, sehingga nama organisasi forum ini yang tadinya di sebut Simpul Belajar Pemetaan Papua di rubah menjadi Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat yang di singkat SLP4B sekarang, Simpul layanan Pemetaan partisipatif bukan sesuatu yang muncul tanpa alasan, tetapi memiliki sejarah dan latar belakang masalah yang sangat penting. Secara khusus masalah tanah adat, atau tanah ulayat yang terus mengalami penyempitan akibat kegiatan pemerintah dan Pemodal.
Beberapa Aspek menyangkut pemetaan partisipatif yang berkembang dalam Diskusi, adalah sebagai berikut:
Bahwa peta adalah bagian penting dalam keseharian kehidupan modern, peta selalu di butuhkan setiap kali kita ingin mengetahui posisi tertentu. Atau menuju ke suatu tempat. Peta yang tersedia saat ini pun sudah sangat maju dan beragam antara lain berupa atlas, peta rupa bumi, dan peta kota, bahkan dengan menggunakan teknologi GPS ( Global posisitioning System), dengan muda kini kita bisa mangakses pata melalui telepon genggam atau perlengkapan mobil pribadi.
Bahwa peta secara umum juga di gunakan untuk melakukan klaim kepemilikan suatu wilayah di atas buka bumi , sertifikat tanah yang di keluarkan BPN merupakan pembuktian kepemilikan tanah dari seseorang yang di dalamnya terdapat peta. Untuk skala yang lebih besar DEPHUT memberikan konsesi pengusahaan hutan kepada perusahaan-perusahaan, namun konsesi ini umumnya berada diatas tanah yag di kelola masyarakat adat. Akibatnya masyarakat setempat tiba-tiba saja mendapat berbagai larangan yang di bawah oleh sekelompok orang luar, mereka tidak boleh lagi mengambil kayu atau bahkan masuk kedalam suatu hutan yang selama ini sudah mereka urus dan memberi penghidupan bagi mereka. Keadaan sering menjadi lebih buruk Karena klaim orang luar tersebut di dasarkan pada peta konsesi buatan , klaim tersebut kerap kali di sertai intimidasi adan aksi kekerasan terhadap masyarakat adat , bahkan kerap memakan korban jiwa.
Bahwa kekerasan dalam peta terhadap masyarakat adat, pada dasarnya adalah bentuk penghapusan masyarakat adat dari keberadaan mereka di suatu wilayah, untuk melawan proses penghapusan tersebut muncullah gerakan Pemetaan Partisipatif untuk melawan Negara dengan menggunakan bahasa yang sama. Melalui peta-peta yang di hasilkan masyarakat adat sebagai bukti dokumen pendukungnya bisa menunjukan keberadaan mereka dan untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka yang di cabut dan di abaikan.
Bahwa tata ruang wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat, tidak menunjukan ruang-ruang kehidupan masyarakat adat sebagai pemilik tanah adat. Artinya bahwa keberadaan masyarakat adat Papua pada tanah dan hutan mereka telah di hapuskan , Merupakan upaya perampasan tanah adat oleh Pemerintah dan Pemodal atas wilayah-wilayah hidup masyarakat adat Papua dan Papua Barat. Tata ruang tersebut lebih menonjolkan struktur ruang dan Pola ruang untuk kepentingan Pembangunan Infrastruktur dan untuk kepentingan Investasi dalam skala besar, di dalamnya tidak memberikan gambaran tentang keberadaan masyarakat adat, dan ruang-ruang kehidupannya yang telah terjaga dari generasi-ke generasi.
Bahwa peta menjadi penting untuk menunjukan hak-hak masyarakat adat atas sumberdaya alam sekaligus sebagai alat pembuktian hak atas tanah, peta menawarkan suatu cara alternative dalam mengatasi konflik atas sumberdaya alam.
Bahwa peta adalah alat untuk membuat perencanaan , peta sangat bermanfaat bagi rencana-rencana pembangunan sesuai dengan tujuan masing-masing pihak yang berkepentingan dalam membuat suatu peta. Sedangkan kegiatan pemetaan partisipatif yang di maksud kan disini adalah kegiatan yang di lakukan masyarakat adat sendiri untuk mengatur tata ruang mereka baik menyangkut hak-hak adat dan batasannya, pembagian daerah-daerah yang strategis untuk kepentingan ekonomi , berburu, kebudayaan dan lain-lain.
Tujuan
Adapun tujuan pendirian SLP4B ini adalah sebagai pusat pergerakan untuk mempercepat proses Pemetaan Partisipatif dan Registrasi Wilayah adat di Papua dan Papua Barat.
Bahwa Secara umum manfaat dan tujuan peta adalah sebagai berikut;
- Untuk mendapatkan pengakuan hak atas tanah
- Untuk menjelaskan batas-batas hak tanah adat/ulayat
- Untuk mengumpulkan dan melindungi pengetahuan tradisional ( adat)
- Untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan masyarakat adat dalam mengelola dan melindungi sumber-sumber air
- Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat adat dalam menghadapi pihak-pihak luar, Pembangunan infrastruktur dan Investasi.
- Untuk menyelesaikan sengketa-sengketa atas tanah diantara pihak yang memakai lahan ( penyelesaian konflik) baik Intern maupun ekstern
- Untuk ikut berperan serta di dalam perencanaan tataguna lahan dan pengelolaan konservasi.
Sasaran
o Terorganisir Kembali Fasilitator Pemetaan Parisipatif di Papua dan Papua Barat
o Terlenggaranya Pemetaan Partisipatif di Papua dan Papua Barat
o Teregistrasinya Wilayah adat di BRWA.
o Peta menjadi alat kekuatan dan bukti kepemilikan tanah adat, sehingga reklaimening tanah adat mudah di laksanakan.
Jika mengunjungi seluruh instansi pemerintah, pada level Departement di Pusat, Provinsi dan daerah di Kabupaten, terutama mereka yang bertanggung jawab atas pengelolaan Sumberdaya alam atau Bumi , Air dan Udara, maka seluruh tanah di Papua telah habis terpetahkan, untuk kepentingan Pembangunan dan Investasi. Dalam peta-peta yang dihasilkan tersebut sama sekali tidak menunjukan keberadaan masyarakat adat yang telah ada disana secara turun temurun.
Simpul layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat (SLP4B), hadir karena kebutuhan masyarakat adat, ketika kita atau masyarakat adat sendiri berambisi untuk menyelamatkan masyarakat adat dan Sumberdaya Alam Papua maka kita membutuhkan sebuah Aksi solidaritas, memiliki pola pikir dan pemahaman yang sama, dilema individualistic, dan organisatoris domestic perlu di tantang. Kita membutuhkan organisasi Jaringan yang berbasis anggota dan komunitas, agar pemetaan partisipatif ini menjadi sebuah Gerakan komunitas, semua elemen masyarakat adat harus terlibat didalamnya , untuk melakukan aksi yang sama, dan akhirnya Manusia dan Sumberdaya alam Papua dapat di kembalikan pada Posisi yang sebenarnya. Disanalah masyarakat adat Papua akan BERDAULAT, MANDIRI Dan BERMARTABAT dan untuk kepentingan itu SLP4B didirikan.
1.2.Dasar Hukum
Bahwa Pemerintah telah menerbit dua Perdasus yang memberikan peluang bagi masyarakat adat untuk melaksanakan kleim atas tanah ulayatnya, realisasi perdasus berada pada pemerintah kabupaten dan kota di masing-masing provinsi, hanya saja belum di tindak lanjuti sejak tahun 2008. Perdasus tersebut adalah perdasus No. 22 Tahun 2008 Tentang Perlindungan dan pengelolaan Sumberdaya alam Masyarakat Hukum Adat Papua. Dalam pasal 4 ayat 1. Pemerintah Kabupaten / Kota wajib mendampingi masyarakat Hukum adat dalam melakukan Pemetaan Adat Secara Partisipatif. Dan perdasus No.23 tahun 2008 tentang Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Masyarakat Adat atas Tanah. Pada pasal 4, ayat 1a: Batas-Batas wilayah yang di akui sebagai sebagai hak ulayat masyarakat huku adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah di tentukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
1.3.Dimana Ruang Hidup Masyarakat Adat
Percepatan menyampaikan informasi kepada pihak lain merupakan kunci dari gerakan keberhasilan. Artinya pemerintah dapat menarik banyak investor ke Papua karena pemerintah yang lebih dahulu memetakan ruang yang ada, selanjutnya memberikan informasi kepada lembaga keuangan multi internatioanal dan kepada investor untuk menanamkan investasinya. Misalnya peta tentang tata ruang wilayah Papua dan Papua barat, yang tidak memberikan gambaran di mana tempat tinggalnya masyarakat adat Papua, sehingga informasi dalam analisis Investor menyimpulkan bahwa tanah Papua adalah ruang yang kosong, disana tidak ada manusia aslinya. Sehingga nilai-nilai kemanusia kurang di perhitungkan, akhirnya konflik terjadi dan terjadi pelanggaran HAM yang cukup berat, inilah sandiwara yang di pertontonkan selama ini.
Masyarakat adat juga perlu menyampaikan informasi keberadaannya secara cepat, akurat dan di percaya kepada pihak lain.
Adakah ruang-ruang hidup masyarakat adat? Adalah pertayaan ekstrim yang berkembang di era modern ini. tentu masyarakat adat akan mengatakann bahwa mereka memiliki ruang –ruang hidup di tempat mereka. Pelaku Pembangunan dan Investasi justru tidak melihat adanya ruang-ruang kehiduan masyaraat adat, karena peta yang di berikan oleh pemerintah tadi. Dimana letak masalahnya, pihak investor mengatakan disana tidak ada ruang masyarakat adat, tetapi pada sisi lain masyarakat masih ngotot dan mengatakan ini ruang mereka, kuncinya adalah Peta. Ada dan tidaknya ruang masyarakat adat harus di buktikan di atas sebuah peta yang di hasilkan sendiri oleh masyarakat adat secara partisipatif.
1.4.Konflik Pemanfaatan Ruang
Bahwa kebijakan pemerintah cenderung kepada system pengelolaan hutan tanaman Industri, perkebunan dan lain-lain yang berskala besar, sedang maupun kecil, sementara masyarakat adat di Papua mayoritas masih bergantung kehidupannya ke hutan sebagai sumber kehidupannya dengan system pengelolaan yang sangat tradisional. Jika kiprah pemerintah dan pemodal di biarkan berlangsung terus menerus tanpa hambatan, maka kerusakan lingkungan hutan akan semakin parah, dan lebih di sayangkan adalah tersinggkirnya system kelola rakyat yang telah terjadi selama ini. karena Ekspansi sawit, HPH, dan lain-lain areal konsesinya nya di atas hutan rakyat ( hutan masyarakat adat).
Kebijakan pemanfaatan ruang telah di politisir oleh pembuat kebijakan, untuk kepentingan Proyek Pemerintah dan kepentingan Investasi skala besar. Secara tidak langsung keberadaan masyarakat adat Papua diatas tanah adatnya tidak di anulir, dan kemungkinan telah di anggap tidak ada, atau di samakan manusia Papua dengan hewan lain yang ada di alam bebas sana.
1.5.Masalah
Peminggiran suku bangsa asli dari wilayah-wilayah adatnya akibat penguasaan ruang oleh Pemerintah dan Investor adalah hal yang terus menerus terjadi di Negara yang kita cintai ini dan selamanya akan terjadi dan khusunya ,di tanah Papua penguasaan dan pengalihan seperti ini telah dan akan memasukan masyarakat Papua pada kotak kememiskinan, yang tertutup solusinya. Ekspansi perkebunan misalnya, adalah akibat dari promosi pemerintah dalam hal ini oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (The Investment Coodinating Board) tentang 20 titik ruang dengan total luas 2.235.149. Ha (Hasil Survei BKPM Tahun 2005 ) yang tersedia untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit, tersebar pada 17 Kabupaten. Demikian juga untuk jenis perkebunan lain , sementara ruang yang gencar-gancarnya di promosikan oleh pemerintah daerah kepada dunia International dan menjadi minat investasi skala besar ini adalah wilayah-wilayah hidup masyarakat adat yang telah di pakai terus menerus dan dari generasi-ke generasi, pemanfaatan dan pengelolaan oleh masyarakat adat telah terjadi lama sebelum adanya organisasi Negara dan pemerintah Indonesia disana.
Anda adalah manusia, yang di ilhami hikmat dan akal budi oleh Allah Yang Maha Kuasa. Antara anda manusia dan manusia Papua yang ada di dalam dan diatas tanah Papua dimana letak perbedaan manusianya, sama –sama manusia, hanya saja anda dan golongan mu menang dalam kesempatan mendapatkan modal, mendapat uang dalam jumlah besar, sehingga penguasaan ruang-ruang hidup masyarakat adat dapat terjadi dengan mudah, tetapi ini tanah kami dan kami adalah ahli warisnya , semua upaya penguasaan pemerintah dan pemodal atas tanah adat kami sangat kemi kecam, dan kami kutuk ( Ungkapan pemilik ulayat)
Perebutan mendapatkan ruang menjadi dilema tersendiri bagi masyarakat adat ketika masyarakat tidak memiliki dokumen tertulis tentang ruang-ruang yang membuktikan wilayah adatnya. Ketika mempertahankan pendapatnya tentang hak milik nya atas tanah ulayat, dengan tidak menyertai peta dan dokumen lainnya, maka apa yang di pertahankan dengan argumentasi-argumentasi lisan di nilai sebagai sebuah kebohongan, dan biasanya masyarakat seperti ini di kategorikan sebagai penghambat investasi dan Pembangunan di Papua akhirnya di penjarakan.
Peta menjadi penting di era ini, karena hanya dengan peta, argumentasi masyarakat adat atas Tanah Ulayatnya dapat di pertimbangkan. Tetapi pada umumnya kesadaran untuk memiliki peta tanah adat belum di miliki oleh masyarakat , sehingga terdapat banyak kampung atau komunitas yang belum memiliki peta tanah ulayat mereka, karena memang belum di petakan oleh mereka, kondisi ini menjadi peluang bagi pemerintah dan Investor untuk menguasai ruang-ruang masyarakat adat.
Beberapa LSM dan komunitas yang telah membuat peta, mengalami kendala karena beberapa peta mereka telah tercecer bahkan ada yang hilang. Hal ini di sebabkan oleh pendokumentasian dan system date base yang tidak efektif, umumnya mempersalahkan orang yang mengerjakannya, system data base yang baik, justru tidak menghilangkan peta walaupun pengelolahnya berganti-gantian . Sementara itu walaupun beberapa komunitas adat telah memiliki peta tanah adat, tetapi peta tersebut belum di manfaatkan untuk kepentingan advokasi dan klaim tanah adat, masalah lainnya adalah secara wilayah tanah Papua masyarakat adat tidak mengetahui berapa luas tanah yang telah terpetakan di tanah Papua ini, dan berapa yang belum terpetakan dan tanah-tanah mana saja yang terpetakan, semua ini belum di ketahui, walaupun secara local di kumnitas mengetahuinya, tetapi secaa wilayah data ini belum terungkap.
SLP4B, di harapkan menjadi solusi dari berbagai masalah politik ruang yang terjadi di atas tanah Papua, baik masalah di masyarakat adat sehubungan dengan otoritas wiayah adat mereka yang sama sekali jangan di intervensi oleh pihak luar, pemerintah dan investor dan masalah di penggiat pemetaan partisipatif, yang umunya tidak focus dan kurang seirus mengarjakan pemetaan partisipatif dan Advokasinya.
Cita-cita SLP4B, suatu saat masyarakat adat akan membela hak-hak dasarnya atas SDA tidak secara lisan tetapi melalui peta-peta yang telah di hasilkan oleh pikiran,tenaga, dan oleh tangan mereka sendiri.
1.6.Tupoksi
Tupoksi dari Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat adalah sesuai kesepakatan 4 November 2010
a) Menghimpun pembelajaran mitra, dalam pemberdayaan masyarakat adat sehubungan dengan : pemetaan, ekonomi, FPIC, UNDRIP, Registrasi wilayah adat.
b) Menghimpun dan Mengorganisir Hasil Petah Wilayah Adat yang telah di kerjakan oleh Anggota JKPP, LSM Mitra Samdhana dan LSM Lain.
c) Melaksanakan TOF & TOT tentang Pemetaan Partisipatif
d) Aktif memberikan Input kepada Pemerintah dalam kaitan dengan Fasilitator pemetaan
e) Mengambangkan Informasi dan komunikasi tentang pemetaan partisipatif
1.7.Target ( Goals dalam 3 Tahun)
a. Mampu melayani dan menfasililitasi kebutuhan NGO/ormas sekurang-kurangnya pada 16 titik layanan.
b. Membangun Infrastruktur Simpul ( SOP, HRD, Hard & Soft ware)
2. Organisasi
2.1.Nama
Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat atau dengan singkatan di sebut SLP4B
2.2.Pendiri
SLP4B didirikan oleh 10 LSM di Papua, dan telah disahkan Keanggotannya pada jaringan Kerja Pemetaan Partispatif ( JKPP) pada Forum Anggota JKPP pada tanggal 28 Januari 2011 di Cimaphar Bogor.
2.3.Pengurus
Simpul layanan pemetaan partisipatif Papua dan Papua Barat di kerjakan oleh 1 orang sebagai Koordinator Simpul . di rencanakan akan menjadi sebuah organisasi yang memiliki struktur organisasi yang lengkap pada Lokakarya nanti.
2.4.Alamat
Simpul ini berkedudukan di; Jl.Raya Nendali – Sentani No 116. Kampung Nendali Dstrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura Provinsi Papua.
2.5.Anggota Simpul
Anggota simpul terbuka untuk umum , seluruh masyarakat adat Papua berhak menjadi anggota simpul, dalam bentuk orgnisasi , atau nama komunitas masyarakat adat , dan juga anggota perorangan. Untuk sementara sebanyak 11 LSM , 2 Kelompok Kerja komunitas dan 13 anggota individu, yang telah menjadi anggota SLP4B.
3.Program kerja
Percepatan pemetaan parisipatif dan registrasi wilayah Adat, sesuai amanat; kesepakatan ketika terbentuk nya simpul di Hotel Rassen Sentani, Forum Anggota JKPP, juga merupakan amanat Konsolidasi Nasional Fasilitator Pemetaan Partisipatif dan Rapat Nasional Penguatan SLP4B dan Pemetaan Partisipatif Papua, pada tahap awal akan di mulai dengan konsolidasi organisasi..guna membangun pemahaman bersama dan menjalin kembali komitmen semua penggerak masyarakat adat dan masyarakat adat sendiri untuk melihat kembali peta sebagai alat yang penting dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat. Konsolidasi penggiat pemetaan partisipatif, dengan semua penggiat peta, melalui komunikasi email, HP, dan mendatangi langsung.
3.1.Kegiatan Nasional Yang Telah Di Ikuti
Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat ( SLP4B), dalam aktifitasnya mendapat rekomendasi mengikuti beberapa kegiatan yang di laksanakan pada bulan Januari 2011. Kegitan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
23-24 Jan 2011 Konsolidasi nasional Fasiitator pemetaan Partisipatif Cico Resort Bogor pelaksana , AMAN-FF
25 Jan 2011 Seminar Nasional Politik Penguasaan Ruang Berkeadilan di International Convention Center (ICC) IPB Bogor pelaksana , JKPP-FF
26-27 Jan 2011 Konsolidasi Gerakan pemetaan partisipatif menuju Penguasaan Ruang Berkeadilan Cico Resort Bogor pelaksana, JKPP-FF
28 Jan 2011 Rapat Nasional Penguatan SLP4B dan Percepatan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat Cico Resor Bogor pelaksana, AMAN-JKPP-SLP4B-PUSTAKA, Samdhana Institute
3.2.Rencana Kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam 6 bulan di Tahun 2011:
1.Konsultasi Awal Mengenai Peran Simpul Pemetaan Papua
Konsultasi awal dilakukan dengan mitra/organisasi lain yang pernah melaksanakan pemetaan. Tujuan konsultasi adalah untuk mengetahui pengalaman dan pengetahuan yang ada di setiap mitra, serta harapan dan kebutuhan dari simpul. Konsultasi akan dilakukan melalui dua tahap, yaitu: tahap pertama, melalui email dan telpon, dan tahap kedua, dilakukan pada saat workshop pemetaan (lihat di bawah) di mana para mitra akan meninjau kinerja simpul selama beberapa bulan pertama dan menyepakati peran dan ToR ke depan
Jadwal : Bulan 1-2
Keluaran :
ToR dan rencana kerja sementara berdasarkan masukkan mengenai potensi dan kebutuhan yang dimiliki para mitra, serta peran yang diharapkan dari simpul
2.Contoh dokumentasi pembelajaran dari upaya pemetaan
Simpul akan berkonsultasi dengan 3 mitra yang telah melakukan pemetaan, misalnya YBAW Wamena, Triton Sorong dan Pt PPMA. Tujuan adalah untuk untuk menghasilkan deskripsi proses pemetaan yang dilakukan, hasilnya, dan pembelajaran-pembelajaran penting yang relevan bagi lembaga lain yang ingin melakukan pemetaan. Mekanisme pelaksanaannya; pokok-pokok pertanyaan disiapkan oleh Simpul, selanjunya mendatangi lembaga-lembaga tersebut di atas untuk mengkonsultasikannya.
Jadwal : Bulan 2 - 6
Keluaran : laporan dokumentasi hasil dan pembelajaran dari proses pemetaan
3.Contoh Pendampingan/Pelatihan Pemetaan Partisipatif
Simpul akan memilih satu mitra yang ingin melakukan pemetaan tetapi belum memiliki semua ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan. Simpul akan melakukan pelatihan/pendampingan selama proses pemetaan, dan mendokumentasikan proses pendampingan agar menjadi contoh pembelajaran yang berguna bagai lembaga lain. Calon lembaga yang akan didampingi adalah pengurus Daerah AMAN Serui yang memiliki kegiatan pemetaan.
Jadwal : bulan 2 – 6
Keluaran :
Laporan mengenai proses yang dilaksanakan simpul, serta hasil pendampingan
4.Ujicoba registrasi peta
Simpul akan mempromosikan adanya peluang untuk menyimpan dan meregister peta tanah adat dengan BRWA kepada para mitra, dan akan bekerjasama dengan setidaknya satu mitra yang tertarik untuk me-register petanya. Hasilnya adalah contoh alur penyimpanan peta termasuk tipe dan standar data yang dibutuhkan.
Jadwal : Bulan 1-6
Keluaran :
adanya SOP untuk penerimaan dan penyimpanan peta, serta setidaknya satu peta yang telah disimpan.
5.Lokakarya Penyusunan Rencana Kerja Simpul Pemetaan Papua
Sekitar bulan ke-5 tahun 2011, simpul akan melaksanakan lokakarya dengan para mitra yang berkepentingan dengan pemetaan wilayah adat di tanah Papua. Tujuan dari lokakarya tersebut berupa:
• meninjau kegiatan dan hasil simpul pemetaan selama periode pertama
• meninjau peran dan tugas simpul sesuai kebutuhan jaringen pemetaan di Papua
• merancang rencana kegiatan simpul selama satu tahun ke depan
• membuat kerangka proposal untuk mencari dukungan bagi kegiatan simpul ke depan
Jadwal : pelaksanaan bulan ke-5
Keluaran : rencana kerja simpul, proposal untuk mencari pendanaan
Penerima Manfaat
Direct : NGO dan ORMAS
Indirect : Masyarakat, Pemerintah, Investor, Universitas.
Mitra Strategis
AMAN ( PD,PB)
JKPP
BRWA
SAMDHANA
PT PPMA
DAFTAR ANGGOTA ( Sementara)
Organisasi
1. Yayasan Triton Sorong Papua Barat
2. AMAN Daerah Sorong Raya
3. Perdu Manokwari
4. YASANTO Merauke
5. Formaper Merauke
6. YBAW Wamena
7. Yayasan Sagu Seru
8. AMAN Daerah Serui
9. Pt PPMA
10. YALI Papua
11. Kaimana
Kelompok Kerja Komunitas
1. Pokja Rehabilitasi Lahan Kritis Nendali Papua (Pokja ReLaK)
2. Pokja Permata Ifale (Pokja PIfal)
4. Tanggapan Beberapa Teman Tentang SLP4B
Bagaimana Peta dapat di gunakan sebagai alat untuk Advokasi Hak-hak atas SDA dan lain-lain, Masyarakat adat Papua belum merasakan peta sebagai kebutuhan mereka, dalam kenyataannya saat ini, justru mereka tersingkir karena tidak memiliki peta, ketika nanti membutuhkan peta, pertanyaannya adalah apa yang akan di petahkan?? Karena mereka telah kalah cepat, Karena itu membuat masyarakat “jatuh cinta” ( kutip kata Decky Rumaropen direktur YPMD Papua) terhadap peta adalah perjuangan SLP4B yang lebih utama. Biarkan tanah adat berceritera tentang dirinya sendiri, dan hal ini akan terjadi ketika pemilik ulayat jatuh cinta kepada petah.
Pada sisi lain masih ada kawan-kawan yang merasa menjadi objeck proyek, ada yang mengomentari bahwa semua management tentang kegiatan pemetaan ini harus di berikan kepada lembaga-lembaga yang langsung bekerja di masyarakat, kawan-kawan lain jangan mengintervensi hingga ke tititk teknis
Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Papua dan Papua Barat ( SLP4B), berperan, hanya sebagai Penggerak Pemetaan Partisipasif, sementara aktifitas melaksanakan peta, atau ukur mengukur ada pada LSM local bahkan komunitas kampung itu sendiri dapat melaksanakannya , “ maaf “ kita patut memberikan Apresiasi terhadap kawan-kawan lain, karena perjuangan mereka sehingga munculnya SLP4B, ini fakta dan kenyataan. Prasangka buruk tentang mereka seharusnya di hilangkan..
Nasib masyarakat adat dimana saja sama di Negara ini, mereka yang berada di Sumatera Kalimantan dan Sulawesi mengalami Nasib yang sama dengan kita di Tanah Papua ini. kita adalah korban ketidak adilan yang di selenggarakan oleh Negara ini. karena itu kita membutuhkan gerakan masyarakat adat secara International dan nasional untuk merubah Ketidak adilan di tanah Papua, Ketidaka adilan dalam pemanfaatan ruang melaju terlalu cepat, dan tentu mempercepat pula penguasaan pemodal dan pemerintah atas ruang-ruang masyarakat adat, pada tataran local kita memiliki banyak keterbatasan, dan kendala, karena itu kita membutuhkan sebuah jaringan, kita membutuhkan aliansi yang lebih luas dengan manusia-manusia yang bernasib sama, katerlibatan banyak kawan merupakan sumbangan yang sangat bararti untuk Gerakan pemetaan di tanah Papua, hanya dengan jejaring yang solid, yang di mulai dari komunitas, daerah Kabupaten , Provinsi, Nasional dan International, ketidak adilan ruang dapat di batasi.
Fasilitator Pemetaan
Tina Wanatorei, Abner Mansai, Noak Wamebu, Paul Katamap, Yason PH wally, Edison Robert Giay, Decky Rumaropen, Bastian Wamafma, Wim Kayoi, Zet Wally, Kornelis Yanuaring, Lindon Pangkali, danPiter Dantru.
5.Penutup
Demikian Profil ini di susun dan di sampaikan kepada anggota SLP4B, semua masukan untuk perbaikan dan penguatan SLP4B, akan membantu pergerakan simpul untuk menjadi dinamis dan efektif untuk Penyelamatan tanah adat di Papua dan Papua Barat dari Intervensi brutal Pemerintah dan Pemodal, selamat berjuang….
Salam
Hendrik palo
Ketua SLP4B
Langganan:
Postingan (Atom)