Sabtu, 24 April 2010

PEREMPUAN ADAT


EKSISTENSI PEREMPUAN ADAT MAMBERAMO TAMI
DAN KESEJAHTERAAN HIDUP GENERASI MENDATANG.

Oleh: Hendrik Palo

Ini bukan tempat bagi perempuan untuk berbicara, perempuan seharusnya berada di dapur memasak dan mengurus anak. Kalimat yang sering terlontar dari mulut kaum laki-laki terhadap perempuan ketika terjadi rapat adat di para-para adat. Dampratan kata seperti ini terhadap perempuan adat telah menjadi tradisi pada komunitas adat penghuni wilayah Mamberamo Tami . Tempat musyawarah yag di kenal dengan sebutan para-para adat menjadi sakral dan di peruntukan hanya bagi kaum laki-laki. kaum perempuan tidak mendapat kesempatan untuk berbicara , apa lagi memberikan keputusan di para-para adat.

Tetapi peran perempuan dapat di gambarkan sebagai berikut ; Ratusan ribu perempuan di beberapa daerah ;di pulau Jawa, Sumatra dan Sulawesi telah menjadi korban banjir dan longsor sejak Oktober 2007 sampai Februari 2008. Bencana ekologis tersebut merupakan akibat dari penggundulan hutan secara sistematis. Perempuan memiliki beban berat pada saat bencana alam terjadi karena kami memikirkan ketersediaan pangan untuk anak dan keluarga, kesehatan anak dan kesehatan reproduksi perempuan terancam di daerah pengungsian dengan sanitasi yang buruk. Di tengah kondisi ini, pemerintah seolah-olah tanpa beban mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku di Departemen Kehutanan RI. Tarif sewa antara 120-300 per meter2 per tahun untuk hutan produksi. ( Solidaritas Perempuan Maret 2008 )


Mamberamo – Tami adalah sebutan dari sungai Maberamo dan Sungai Tami, dua sungai menjadi identitas bagi orang asli tanah Papua (Papua Indegenous People) yang berdomisili di kampung-kampung antara dua sungai tersebut, suku-suku asli yang berdomisili antara dua sungai ini di sebut komunitas Suku Tabi. Perempuan Suku Tabi telah menyumbangkan banyak hal untuk tanah Papua, khususnya di lingkungan suku Tabi sendiri ada yang mendapat tanggung jawab sebagai kepala-kepala SKPD baik pada Provinsi, Kabupaten hingga lurah dan Kampung, mereka menghasilkan banyak hal dari kepemimpinan tersebut, tetapi mereka tidak di hargai oleh pemuka-pemuka adat di kampung-kampung mereka,,kenapa???.

Piter Yanuaring Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat (DPMA) nambloung di Kabupaten Jayapura periode 2010-2015, yang di temui memberikan komentar sebagai berikut: Secara budaya di akui bahwa perempuan memiliki keterbatasan pada forum-forum adat resmi. Tetapi keterbatasan ini menjadi perhatian beberapa orang di lingkungan kami, lalu memberikan penguatan kepada perempuan, kami mendorong Pembentukan Ikatan Wanita Nimborang (KAWANIM) pada tahun 1977, organisasi tersebut eksis sampai hari ini, dan saya sendiri sebagai penasihat KAWANIM.

Menurut Piter yanuaring, bahwa pada perempuan terdapat banyak hal positif bagi keberadaan SDA dan rakyat kampung yang tidak terdapat pada lelaki, contohnya yang telah menyelesaikan studi pada tahap perguruan tinggi dan mengantongi ijasah sarjana, kesarjanaan ini adalah potensi yang tidak terdapat pada laki-laki, apakah perempuan ini harus di usir dari para-para adat??, ketika pengusiran ini terjadi, maka kita telah mengusir dan menolak pengetahuan dan sumberdaya manusia yang terdapat dalam kepala perempuan tersebut. Eksistensi perempuan menjadi penting ketika perempuan memiliki –kelebihan-kelebihan tertentu, Eksistensi ini perlu di dorong terus, hal ini dapat di akomodir melalui organisasi-organisasi kewanitaan yang di bentuk di tingkat komunitas, distrik dan kampung.

Efraim Yaboisembut, Ketua DPMA Kemtuik Gresi, yang membawahi 18 kampung di Distrik Kemtuik Gresi, bapak bekas kepala kampung ini mengatakan , Perempuan yang akan berada di para-para adat memiliki syarat khusus, yang pertama bahwa ketika telah berada di para-para adat , fungsi dan peran perempuan tidak sebagai peserta pembuat keputusan, tetapi hanyalah sebagai pemberi saran dan masukan, kehadirannya atas undangan dan ketika hendak berbicara harus mendapat ijin dari pimpinan rapat adat.

Lanjut ketua Komdis Partai Golkar ini, Eksistensi perempuan pada forum para-para adat sebatas memberikan saran dan masukan, bukan sebagai pengambil keputusan, secara blak-blakan dia mengatakan bahwa sampai kapanpun perempuan tidak bisa tampil sebagai pengambil keputusan di para-para adat.

Dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. 95% aktifitas pengelolaan dan memanfaatkan sumberdaya alam di kerjakan oleh kaum perempuan. Sumberdaya alam memiliki arti penting bagi Perempuan, karena bila potensi SDA dalam kondisi baik, maka akan membantu perempuan dalam memberikan makan kepada anak-anak dan suaminya, karena bahan makanan tersedia di alam. Tetapi ketika berhadapan dengan para-para adat, tetap saja perempuan tidak mendapat kesempatan untuk sebagai pengambil keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan Sumberdaya alam.

Partisipasi Politik Perempuan.
Berorganisasi berarti menghimpun manusia untuk memikirkan secara mendalam permasalahan mereka bersama, untuk mengetahui isu bersama, serta menentukan kesamaan aksi, serta membentuk kesamaan ideologi (Bhatt.1989:1062). Dominasi peran perempuan dalam kanca inisiatif sosial dan poltik di kampung dapat terjadi hanya dengan perempuan harus mendirikan organisasi khusus perempuan. Organisasi tersebut menjadi organisasi gerakan perempuan, aktifitas nya tidak terbatas pada isu kesenjangan, diskrimnasi, dan kekerasan seksual, tetapi merupakan organisasi gerakan yang dapat mempengaruhi panggung politik di kampung-kampung.

Tanah dan SDA di Wilayah Adat Suku Tabi sebagian besar telah hilang, Masyarakat adat Keerom ( orang asli setempat) saat ini hanya menguasai 35% luas tanah dari luas tanah 923.294 Ha milik mereka yang sebenarnya . Disentani , masyarakat adat Sentani kebingungan karena 3 kampung dalam masa eliminasi, akibatnya manusia akan tercerai berai, dan kampungnya di huni oleh penduduk lain. Habisnya SDA dan raupnya tanah adalah kondisi yang merata pada setiap sudut di wilayah Mamberamo Tami, kenapa semua ini harus terjadi…

Status kaum laki-laki Mamberamo – Tami sebagai pengambil keputusan telah melenceng jauh dari mandat nenek moyang suku sentani. Mandat sebenarnya adalah menjaga dan memelihara rakyat dan roh-roh nenek moyang dengan kekayaan SDA yang ada, Kanyataan faktual saat ini, bahwa dalam kepemimpinan laki-laki dan laki-laki sebagai pengambil keputusan , suku besar Mamta telah hilang banyak SDA dan, tanah dalam luasan cuku besar secara baik secara ilegal dan legal telah berpindah menjadi hak milik orang lain . status pengambil keputusan ini telah mengakibatkan marginilisasi Suku Mamta dari tanahnya sendiri, anehnya orang Mamta meminggirkan sendiri orang Mamta, Bapak meminggirkan sendiri anaknya, perlu di renungkan oleh suku besar Mamta pemingggiran internal seperti ini. Artinya bahwa keberadaan lelaki sebagai pengambil keputusan yang disakralkan selama ini perlu di tinjau atau pengujian kembali, karena seluruh surat pelepasan tanah-tanah adat di wilayah mamberamo Tami di tandatangani dengan bangga secara resmi oleh Laki-laki.

Menurut penulis, Bahwa keberadaan laki-laki sebagai pengambil keputusan dan para-para adat atau dalam internal kleen/marga tidak memberikan jaminan bahwa rakyatnya akan sejahtera. Juga tidak memberikan jaminan bahwa tanah adat tidak terjual, Malah sekarang yang terjadi sebaliknya dimana laki-laki Mamta telah menyengsarakan masyarakatnya sendiri (istri dan anak-anak mereka ) karena ruang penghidupan masyarakat telah menjadi sempit, dan telah jauh lahan-lahan berburu. Jika perlu peran laki-laki dalam pengambilan keputusan ditingkat kampung ditiadakan saja, sebaliknya mendorong dan menguatkan perempuan untuk membuat keputusan-keputusan. keberadaan perempuan tidak diakomodir oleh organisasi asli kampung tetapi gerakan sosial perempuan dapat bergejolak melalui organisasi rekayasa sendiri tetapi sah secara hukum.

KAWANIM di Nimbokrang, FoKuPer di Keerom, adalah bentuk-bentuk organisasi yang dapat di contohi, Eksistensi dan keberadaan Perempuan Mamta dapat di dorong melalui organisasi-organisasi seperti ini. Hanya perempuan yang dapat menyelamatkan generasi Papua dan SDA Papua untuk waktu yang akan datang. Penulis; Hendrik palo.



PERADILAN ADAT KAMPUNG NETAR

PERADILAN ADAT
KAMPUNG NETAR DI PAPUA
MEMBUKTIKAN BAHWA TATANAN ADAT TIDAK STATIS


Terbukti Menjual Tanah Adat ,
3 (Tiga) Kepala Suku (Koselo) di Copot dari Jabatannya.

Oleh: Hendrik Palo
Peristiwa bersejarah ini terjadi pada tanggal 5 Maret 2010 di halaman adat (Onggohou yau ) Kampung Netar Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura Provinsi Papua, kampung Netar adalah sala satu kampung daru 24 kampung yang dimiliki oleh Suku Sentani. 3 orang kepala suku langsung di copot jabatan adatnya oleh Ondofolo Kampung Netar karena secara nyata-nyata terbukti menjual tanah adat milik seluruh masyarakat Kampung Netar. Mereka yang di copot jabatanya, di antaranya ada yang sempat meneteskan air mata, dan ada yang menerima dengan lapang dada…

Kampung Netar/Nendali , adalah sebuah kampung di lingkungan Suku Sentani, kampung ini memiliki hubungan dengan kampung Yoboi dan kampung Baborongko di wilayah Sentani timur. Hubungan ini adalah hubungan kakak beradik, Dahulu mereka menempati kampung Abar, selanjunya hidup di pulau Plolio dan selanjunya terbagi ke kampung Yoboi dan kampung Baborongko, Kakak tertua dari keluarga ini yang membentuk kampung Netar saat ini. Dalam administrasi pemerintahan wilayah ini disebut Kampung Nendali, berada di distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura - Provinsi Papua…

Tutur Ondofolo ketika Perdilan Adat,; tanah, hutan dan hutan sagu (Kani-kela, Fiung-fikela ) dan kampung yang kita tempati ini di peroleh melalui pengorbanan yang cukup besar oleh leluhur, dengan peperangan yang luar biasa mereka mendapatkan wilayah ini dan mereka membentuk kampung ( Yo), setelah membentuk kampung mereka menempatkan Kepala suku (Koselo ) dan membagikan tanah-tanah adat kepada mereka. (You mokhogoke, na-roo Hamikoke, Kani waheimikoke). Pengorbanan ini hanya untuk memelihara kita, dan hingga saat ini kita ada dan menjalani kehidupan diatas tanah di kampung ini.
Beberapa orang diantara kita telah menjual tanah kepada pihak lain, awalnya saya menilai mereka adalah orang-orang yang baik, karena dalam setiap pertemuan adat mereka selalu berbicara dan bahkan yang mengatur jalannya komunikasi dalam pertemuan, sering kali pertemuan tersebut merumuskan pernyataan-pernyataan yang keras bagi masyarakat untuk tidak menjual tanah, tetapi sebaliknya mereka ini yang justru menjadi oknum utama dalam jual menjual tanah. Saking percayanya saya kepada mereka, sehingga banyak tanah yang telah mereka lepaskan kepada Bintang Mas. Tetapi semua ini telah saya tebus dengan menjadi tahanan di Polda Papua, ajakan saya agar kita kembali dan tidak lagi menjual tanah masih tidak di perhatikan oleh mereka, bahkan saya datangi rumah mereka untuk menasihati dan menegur tetapi tetap saja tidak di gubris, Pada hari ini saya nyatakan mereka di copot dari jabatannya dan di ganti oleh orang-orang yang saya sebutkan ini.

Peristiwa ini di nilai sebagai peristiwa bersejarah karena, telah menjadi rahasia umum bahwa jabatan –jabatan adat di lingkungan suku Sentani adalah jabatan turun temurun. Ketika meninggal bapaknya maka jabatan tersebut akan diisi atau di gantikan oleh anaknya yang tertua. Tidak kepada orang lain. Tetapi sebuah sejarah terukir di kampung Netar, Kepala suku di ganti oleh orang lain.

Ondofolo Netar atas nama. Philips Eba Walli, memberikan komentar bahwa, tanah dan hutan (kani kela) harus di lindungi demi kehidupan generasi mendatang, ketika tanah dan hutan terjual, kita telah menyengsarakan generasi kampung ini secara dini dan perlahan. Generasi ini akan terpinggirkan dan menjadi komunitas miskin di jalanan. Kekayaan kita saat ini adalah tanah dan hutan, untuk kehidupan kita dan kehidupan generasi yang akan datang. Kepala Suku menjadi penjual tanah..bagaimana dengan kehidupan rakyatnya pada tahun-tahun , mereka akan hidup dimana??.

Dalam kasus ini banyak orang memberikan penilaian, ada yang mengatakan bahwa keputusan tersebut adalah keputusan yang tidak menghargai tatanan adat, tetapi beberapa pertimbangan yang di buat oleh Ondofolo yaitu:

Pertama , Jika menghargai 1 orang ( kepala suku) , maka ribuan masyarakat dari kampung ini akan menjadi korban, sebagai masyarakat yang tidak mempunyai tanah dan ruang sebagai tempat hidup, kedua, untuk mengurus dan pengambilan kembali tanah-tanah adat, tidak mungkin kita menjadi satu tiem, karena telah terbukti bahwa pasca rapat mereka tetap menjual tanah.

Hukum dan kebiasaan adat tidak statis, tetapi dapat mengalami perubahan sewaktu-waktu dan itulah yang terjadi dengan masyarakat adat di kampung Netar. Pengalaman di kampung Netar ini dapat menjadi bahan belajar bagi komunitas adat lainnya di tanah Papua. Peradilan adat di kampung-kampung harus di tegakan untuk mengamankan tanah-tanah adat. Jabatan yang di berikan adalah jabatan adat atau jabatan milik kampung, jika terdapat pejabat adat menjual tanah artinya bahwa yang bersangkutan telah membunuh masyarakatnya sendiri maka mau tidak mau jabatan adatnya harus di copot karena jabatan tersebut adalah milik rakyat dan miliki kampung. Dengan mencopot jabatannya, maka segalahhak dan kewajibannya termasuk tanah telah berpindah fungsi pengelolaannya kepada pejabat baru, dan status yang bersangkutan menjadi masyarakat biasa. Hendrik Palo

BADAN OTORITA ADAT SENTANI

BADAN OTORITA ADAT SENTANI
Mata air atau Air Mata

Oleh :Hendrik Palo
Suku Sentani, adalah salah satu Suku dari 250 Etnis Suku di Papua. Suku Sentani lebih dikenal dengan Danau Sentani dan Gunung Ciclop, 24 kampung berdomisili di sekitar Danau Sentani. Dan pegunungan cyclop adalah penghasil air bersih bagi warga di sekitar kota Sentani.
Masyarakat Adat Suku Sentani di kagetkan oleh hadirnya sebuah organisasi di linkungan suku mereka, yang disebut Badan Otorita Adat Sentani ( BOAS). Menurut mereka tidak ada angin tidak ada hujan tetapi tiba-tiba ada Deklarasi tentang Organisasi Badan Otorita Adat Sentani ini. Ada apa di balik semua ini ?? Bagaimana proses pembentukannya???, dimana di bentuk???, dan apa manfaatnya bagi Suku Sentani??? tiga pertanyaan ini menggelitik masyarakat adat Sentani.
Pembentukan sebuah organisasi berdasarkan mekanisme demokrasi yang benar, jujur dan adil. organisasi harus lahir dari sebuah masalah bersama, dan organisasi tersebut di harapkan menjadi alat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Lahirnya Badan Otorita Adat Sentani tidak melalui mekanisme organisasi yang baik, penempatan pengurusnyapun tidak melalui sebuah proses pemilihan, tetapi masing-masing orang tersebut mengangkat dirinya secara sendiri, dan menyatakan kepada publik sebagai ketua umum, ketua I dan lain-lain.
Berdasarkan kondisi di atas, kami simpulkan bahwa lembaga ini di bentuk untuk memenuhi kepentingan dari para pengurusnya dan bukan untuk kepentingan masyarakat adat Suku Sentani. Sehubungan dengan dekatnya waktu pemilu Pilkada Kabupaten terutama kabupaten Jayapura, maka beberapa calon mulai melaksanakan muf dalam menarik perhatian publik, demikian halnya dengan berdirinya Badan Otoritas Adat Sentani, hanyalah Muf beberapa orang untuk kepentingan politik.
Saya garis bawahi bahwa, Kekuasaan (otorita) adat asli yang ada pada ondofolo (kepala adat asli) secara lahiriah tidak dapat di mandatkan kepada siapapun manusia di muka bumi ini , otorita adat secara utuh dan kekal tetap berada pada pimpinan pimpinan asli kampung yaitu yang disebut ondofolo, secara turun temurun, dan tidak satupun ondofolo dari kampung lain dapat mewakili ondofolo lainnya dari kampung lain. Atau mengatakan bahwa dia di berikan kuasa oleh ondofolo lainnya. Pembentukan Badan Otorita Adat Sentani adalah sebuah kekeliruan yang di ciptakan oleh beberapa orang asal Santani, dimana letak kekeliruannya , mari kita lihat sama-sama, kekeliruannya adalah ketika mereka menamakan diri mereka sebagai orang-orang yang lebih berkuasa secara adat dari 24 ondofolo yang ada di Suku Sentani, sementara hal seperti ini sangat di tentang oleh seluruh orang sentani.
Masyarakat adat Sentani dan secara umum kepada masyarakat di Papua di himbau untuk tidak terkecoh dengan aksi dari orang-orang berkepentingan seperti ini, tetapi sebaiknya lebih waspada dalam menilai perubahan-perubahan yang terjadi. Lebih penting adalah jangan pernah melimpahkan kekuasaan adat kepada pihak lain,karena ketika pelimpahan kekuasaan adat tersejadi maka , hal ini tidak menggambarkan adat yang sebenarnya.
Hanya mengingatkan kepada masyarakat adat asal Suku Sentani, Secara bersama-sama masyarakat adat Sentani masih memiliki pekerjaan rumah ( agenda bersama) yang belum selesai, yaitu menindak lanjuti rekomendasi Puspenka sentani tahun 2003. Ketika semua ondofolo ( pimpinan adat kampung), koselo ( kepala suku), akhona, tokoh pemuda, tokoh perempuan, dan tokoh masyarakat berkumpul di Gedung Pertemuan Puspenka Sentani dengan agenda menata masadepan orang Sentani. Pada kesempatan tersebut masyarakat Suku Sentani menyatakan ketidak percayaan mereka kepada organisasi yang ada, dan bersepakat merekomendasikan pembentukan sebuah organisasi yang lahir dan tumbuh dari masyarakat adat sendiri, tidak lahir dari luar , dan memaksa untuk di terima oleh masyarakat.
Organisasi adat yang lahir dan tumbuh dari masyarakat adat dan di pimpin sendiri oleh masyarakat adat , adalah impian masyarakat adat suku Sentani saat ini, jangan lagi menghadirkan organisasi-organisasi atas nama masyarakat adat Suku Sentani di lingkungan Suku Sentani hanya untuk kepentingan-kepentingan sesaat.
BOAS apakah menjadi mata air atau menjadi air mata, secara alami mata air adalah sumber penghasil air tanah yang bersih dan cukup higienis bagi kehidupan makluk hidup, manusia secara langsung dapat mengkonsumsi air tanah tersebut. Mata air adalah kehidupan. Air mata adalah tetesan air yang keluar dari mata ketika orang sedang menangis. Tangis manusia dapat terjadi karena sedih , marah, atau karena hal-hal lain yang tidak di terima oleh manusia.
Ketika beberapa menit terkena panas matahari maka manusia akan mencari rindang pohon untuk perteduhan, dan akan meminum air untuk menghilangkan rasa haus. Boas di kuatirkan menjadi Bak Air yang tertutup, fungsinyanya hanya sebagai penampung air, air yang akan memberi kelegaan bagi manusia hanya akan tertampung di dalam bak air tersebut .Dari proses pendirian Boas dan mekanisme lainnya yang di pertontonkan oleh pendirinya maka kesimpulannya ke depan BOAS akan menjadi menampung air hanya untuk pengurusnya saja, dan nasib Masyarakat Suku Sentani tetap terkatung-katung…hidup enggan matipun tidak mau…
Tujuan penulisan ini, memberikan penyegaran kepada pendiri BOAS, untuk kembali mempertimbangkan nama organisasi tersebut. Karena telah mengambil kekuasaan kepala adat lainnya, tanpa mendapatkan mandat dari 24 kepala adat yang ada.