Selasa, 07 September 2010

REDD DI TANAH PAPUA

BUKAN SLOGAN DAN KONSEPTUAL BELAKA
PENGAKUAN HAK-HAK MASYARAKAT ADAT PAPUA ATAS
HUTAN CAGAR ALAM CYCLOP

Oleh : Hendrik Palo

Telah menjadi hukum yang di junjung di Negara ini bagi Masyarakat adat Papua, bahwa hak-hak Masyarakat adat di hormati, dan di akui sebatas slogan, konseptual, dan catatan-catatan. kalau diwujudkan secara nyata maka jelas tidak ada orang miskin diatas tanah Papua , bagaimana dengan Konservasi Cagar Alam Cyclop, apakah masyarakat adat mengalami nasib yang sama juga.

Ondoafi (Pemimpin Adat) adalah pelindung dan pemelihara rakyat, merupakan mandat social bagi seorang ondofolo/ondoafi. Setelah diangkat dan di lantik pada jabatan ondofolo, maka tugas pokok dan fungsi yang di emban adalah melindungi rakyatnya. Hutan dan flora fauna di dalamnya merupakan SDA milik rakyat, mendapat perlindungan dari ondofolo agar di manfaatkan oleh masyarakatnya untuk kehidupan sehari-hari dan untuk kebutuhan lainnya. Hak-hak masyarakat adat Sekitar Cyclop mendapat pengakuan di Hotel Aston oleh pemerintah provinsi Papua. 16 ondoafi sekitar pegunungan cyclop, di hadirkan untuk menanda tangani pernyataan kerja sama untuk konservasi cagar alam cyclop.

Cycloop yang telah menjadi pilot proyek REDD di Papua sejak 2008 -2012, hingga saat ini informasi ini belum di ketahui oleh masyarakat pemilik ulayat, hutan pegunungan Cyclop adalah murni hutan adat, artinya bahwa kental terdapat hak-hak masyarakat adat disana, bagaimana hak-hak masyarakat ini di akui, pertemuan 16 Ondoafi dengan pemerintah Provinsi Papua adalah bentuk pengakuan pemerintah atas hak-hak masyarakat adat atas SDA hutan di pegunungan Cyclop.

Khusus tentang kawasan hutan Cycloop, 16 ondofolo/ondoafi telah menghadiri undangan pemerintah Provinsi Papua untuk Workshoop Cagar alam pegunungan Cyclop di hotel Aston jayapura . kalau ondofolo dapat di kumpulkan, pada tingkat kebijakan kenyataan ini adalah sebuah langkah maju, tetapi bagaimana proses tersebut pada tingkat masyarakat di kampungnya, diskusi dan kesepakatan ondofolo dan pemerintah, seorang ondofolo tidak dapat mensosialisasikan kepada rakyatnya karena tidak sesuai dengan struktur organisasi adat di kampungnya, jelas bahwa informasi tersebut terbatas hanya pada ondofolo, dampaknya masyarakat tidak akan pernah mengetahui informasi tersebut, jika rakyat tidak tersentuh oleh informasi maka hutan akan terus mengalami deforestasi dan degradasi akibat aktifitas warga kampung, pemerintah provinsi Papua memiliki tanggung jawab untuk mensosialisasikan komitmennya dengan para ondofolo tersebut kepada masyarakat dari 16 kampung, sehingga antara pimpinan dan warga kampung terbangun komitmen bersama yang solid untuk melindungi hutan cagar alam cyclop.

Penyelamatan cagar alam Cyclop, Gubernur Papua dan jajarannya memiliki komitmen yang sungguh untuk issue ini, kawasan hutan Cycloop sebagai sumber air bagi kehidupan manusia adalah pendorong utama bagi pemerintah untuk selamatkan kawasan ini , walaupun terdapat kepentingan global didalamnya tentang tanggungan Indonesia untuk penurunan 26% emisi karbon dunia, dengan mengurangi Deforestasi dan Degradasi Hutan.
sangat di butuhkan dukungan rakyat untuk penyelamatan cyclop, tetapi dukungan tersebut tidak dapat datang secara spontanitas tanpa sosialisasi dan pendekatan, dukungan yang bagaimana, dimana dan kapan adalah issu-ssu yang penting di bahas secara langsung di kampung-kampung dengan masyarakat adat, dukungan dan peran serta masyarakat adat akan nampak kalau rencana dan kebijakan ini tersosialisasi secara baik.

Terdapat perbedaan penyampaian issue ini , antara Dunia Internatioanl, Dephut dan Pemerintah Provinis Papua ( Intansi terkait,) dalam beberapa kesempatan pemerintah selalu mengedepankan issue penyelamatan cyclop karena cyclop adalah sumber air minum, pada dunia international Cyclop harus di selamatkan karena layak untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Mana yang sebenarnya? Satu objeck tetapi dalam pandangan yang berbeda. Tetapi sama-sama pentingnya, walaupun banyak makna di dalamnya.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Papua adalah organisasi representative masyarakat adat di Negara Indonesia, kewajiban AMAN adalah melaksanakan Amanat Konggres Masyarakat Adat ke III Tahun 2007 di Pontianak, dengan tetap memperhatikan AD/ART organisasi ini. Pada issu REDD dan masyarakat adat, AMAN perlu memastikan hak-hak adat di hormati dan di hargai oleh pemerintah. Penghormatan tersebut tidak semata -mata menundukan kepala, atau hanya tertulis saja dalam kertas seperti penghargaan yang di kembangkan selama ini, tetapi masyarakat dapat menghasilkan uang tunai karena Konpensasi REDD. Tugas AMAN dalam issue REDD sebatas itu.

Kewenangan tentang di hormatinya hak-hak masyaraat adat dalam mekanisme REDD ini berada pada pemerintah, AMAN tidak bisa memaksakan jika pemerintah masih menutup diri untuk hal ini, tetapi sebagai organisasinya masyarakat adat se-Nusantara, AMAN memiliki kewajiban menyuarakan tentang adanya hak-hak masyarakat adat atas Hutan yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Bukan hanya slogan, atau tulisan dalam lembar-lembar kesepakatan, tetapi penghargaan hak-hak masyarakat dengan memberikan uang tunai langsung kepada masyarakat adat.

Hendrik Palo
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Papua

REDD DI PAPUA

TIDAK JELAS INFORMASI REDD
BAGI MASYARAKAT ADAT PAPUA
Dari Konsolidasi Masyarakat Adat Pribumi Papua
BPPTP Papua, tanggal 4-6 Agustus 2010

Oleh : Hendrik Palo

Saya di undang mewakili Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Papua , sebagai pembawa materi pada konsolidasi tersebut dengan topic Penyiapan Masyarakat adat dalam menghadapi mekanisme REDD, saya menilai bahwa ini adalah kesempatan baik untuk menjelaskan REDD kepada Masyarakat Pribumi Tanah Papua. Dan juga mendapat kesempatan untuk mengetahui secara langsung bagaimana pemahaman masyarakat adat Papua tentang REDD, juga mau mendengarkan bagaimana narasumber lainya menyampaikan tentang REDD.

Edison Yaro serai ( Komunitas Yakari)
Dari presentasi AMAN yang di sampaikan nara sumber tadi, dimana Issu REDD telah bergulir cukup lama, dan lebih rameh di tahun 2007 setelah konverensi UNCCC di Bali, Pemerintah Papua nampak lebih antusias dan kira-kira 70% telah siap implementasikan REDD Papua. tetapi saya sendiri baru mengetahui REDD setelah penyampaian tadi. Saya Kuatir masyarakat adat akan mati , karena banyak hal yang di sembunyikan dari masyarakat adat pemilik tanah ini. PPMA harus meningkatkan pembinaan dan latihan kepada LMA, DPMA,dan DAS. Masyarakat adat harus memiliki kelembagaan yang jelas, agar mempermudah penyelenggaraan proses-proses belajar dan penguatan bagi masyarakat adat. Banyak ondofolo yang di undang, atau di bawah keluar untuk memperlancar kemauan-kemauan segelintir orang, berbicara tentang kampung, tempatnya di para-para adat kampung , ini harus menjadi perhatian masyarakat adat .Adat harus menekan pemerintah kabupaten untuk alokasi dana bagi penguatan masyarakat adat, melalui pelatihan-pelatihan kita mendapat pengetahuan tentang REDD . kita terlambat sekali.

Anton Maniamboi ( Komunitas Waropen)
Di tanah Yapen dan Waropen, berbicara REDD pasti berhubungan dengan kalawai tikam ikan ( sumpit), kenapa? REDD adalah sebutan sehari-hari disana untuk menyebutkan Perairan terumbu karang. Artinya juga bahwa kami tidak tau infomasi ini padahal informasi ini penting bagi kami masyarakat adat, kenapa di sembunyikan??.
Hubungannya dengan REDD , bagaimana jalan keluar agar peta masyarakat adat menjadi kuat dan dapat di pergunakan.bentuk pengakuan pemerintah terhadap hak ulayat masyarakat adat seperti apa?

Charles Wouw ( Komunitas Kemtuik)Memang terasa pengaruh pemanasan global dimana –mana , terdapat tanaman berubah warna, tanaman bulu misalnya, pada musim kemarau tahun-tahun sebelumnya daunya tetap hijau, tetapi sekarang hanya dua hari kemarau daun-dauannya telah menguning. Demikian tanaman lainnya.
Masyarakat adat harus berbuat apa dengan kondisi iklim global seperti ini, karena yang berada langsung dengan hutan dan tumbuhan adalah kami masyarakat adat, apa yang harus kami lakukan??,
Dana Konpensasi REDD Norwegia ini kamana??, sebaiknya di turunkan langsung kekampung-kampung agar semua rakyat di gerakan untuk menyelamatkan bumi dari pemanasan Global ini. kenapa pemerintah Papua masih tertutup dengan hal ini? ada apa??..penghuni bumi ini adalah kita semua, karena itu rakyat kampung juga memiliki tanggung jawab menyelamatkan bumi.

Welmemina Hanmebi (Jayapura)
Masyarakat membutuhkan organisasi untuk membangun adanya komunikasi REDD dengan Pemerintah, di beberapa tempat belum ada organisasi adat, contohnya di Nafri, disana kita di bawah LMA Port Numbay, tetapi rakyat tidak ada kebebasan , karena LMA PN telah terkoptasi dengan kepentingan politik , banyak masalah-masalah kampung yang tidak di selesaikan.

Vincen (Komunitas Keroom)
Saya selalu kontra dengan pejabat-pejabat adat Keroom, kenapa? 1, Bahwa Para-para adat tidak di fungsikan untuk sebagai tempat mengambil keputusan, banyak keputusan public merupakan hasil negosiasi di luar para-para adat, 2. Tokoh adat berhubungan langsung dengan investor ini bagaimana? Saya mengharapkan proses-proses seperti diatas harus terjadi di para-para adat, karena keputusan public maka harus melibatkan banyak pihak.

Yotam Bairam (DPMA Kemtuik)
Dalam pandangan pemerintah saat ini, bahwa Kampung asli adalah kampung pemukiman, karena kepala kampung yang berkuasa, padahal pada kampung yang sama terdapat perangkat pemerintahan asli (perangkat adat), dan juga perangkat pemerintahan Kampung versi pemeritah. Dalam kondisi seperti ini maka pemerintah kampung asli tidak nampak, yang nampak adalah pemerintah kampung pemukiman. Pada hal ini bukan pemukiman dadakan, ini kampung yang telah ada sejak nenek moyang, Hubungannya dengan REDD, tidak ada hutan Negara di Papua, ini Hutan adat, karena itu pemerintah wajib membangun komunikasi dengan masyarakat adat.

Kesimpulan
Lebih kurang 57 masyarakat adat menghadiri konsolidasi tersebut, mewakili komunitas Wamena, Sorong, Yapen, Serui, Waropen, Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keroom . Pertanyaan penting mereka adalah informasi tentang REDD kenapa tertutup bagi masyarakat adat Papua, masyarakat adat baru mengetahuinya setelah presentasi hari ini. tawaran solusi yang di berikan adalah dalam tahapan persiapan ini pt PPMA harus memperbanyak pelatihan-pelatihan masyarakat adat dengan materi yang berhubungan dengan REDD ini, dan juga membentuk organisasi-organisasi masyarakat adat bagi yang belum memiliki organisasi masyarakat adat.

Terdapat juga peringatan bagi pemimpin adat , agar tidak merespon investor atau pihak lain di luar para-para adat, semua aktifitas untuk memanfaatkan SDA kampung harus melalui proses demokrasi di kampung atau di para-para adat, memang para ondofolo memiliki kelemahan dalam hal ini, karena itu pihak pemerintah atau investor jangan menjadikan kondisi ini sebagai peluang untuk manipulasi dokument legal dll, tetapi harus mengarahkan ondofolo yang bersangkutan untuk kembali ke para-para adat. Karena para-para adat adalah tempat membuat keputusan, terbuka dan langsung bersama masyarakat. Prinsip communal, transparansi dan demokrasi benar-benar terpakai secara utuh.
Termasuk kesepakatan Konservasi antara Ondofolo dan pemerintah Provinsi Papua tentang cagar alam Cyclop. Secara budaya ondolo memiliki hubungan dengan alam, sehingga kesepakatan-kesepakatan yang terbuat seperti itu tidak perlu di buat di Hotel-hotel tetapi sebaiknya di Kampung. Salah satu kampung sekitar Cyclop ini dapat di jadikan basis Cagar Alam Cyclop/ Konsevasi Cyclop. Sebaiknya menggunakan kampung yang intervesinya ke areal gunung Cyclop, atau komunitas yang saat ini banyak memanfaatkan kawasan ini.

Penyelamatan Cyclop membutuhkan perhatian semua elemen termasuk masyarakat adat, karena hutan Cyclop dan segala sesuatu yang ada didalam adalah milik Masyarakat Adat.
REDD bagi masyarakat adat adalah informasi baru, sehingga semua pihak bertanggung jawab menjelaskannya kepada masyarakat adat dengan benar, ironis memang kalau masyarakat adat tidak mengetahui REDD sementara mereka memiliki hak ulayat atas hutan Papua ini. hpl

TIDAK ADA RUANG HIDUP MASYARAKAT ADAT DALAM RENCANA TATA RUANG PAPUA

BANK DUNIA
KENAPA?? TIDAK ADA WILAYAH HIDUP MASYARAKAT ADAT PAPUA
DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH
PROVINSI PAPUA.

OLeh : Hendrik Palo

Tata ruang wilayah Papua yang di kerjakan oleh Pemerintah Provinsi Papua dengan Bantuan Dana World Bank , ADB, IMF dan USAID tidak memasukan ruang-ruang hidup masyarakat adat di dalamnya. Hanya terdapat ruang Investasi dan Pembangunan. Bak Dunia perlu menjelaskan ini jika tidak berkepentingan dalam tata ruang wilayah Papua ini.


Wilayah Hidup Masyarakat Adat
Wilayah Hidup masyarakat adat Papua adalah unsur pokok dan utama menjadi Materi tata ruang Papua karena UU otonomi khusus Papua di berikan untuk itu. Ketika ruang-runga hidup masyarakat adat tidak di masukan maka sebenarnya hak-hak ulayat tidak di akui. Apa itu hak ulayat?. Huruf h pasal 1 UU No 21 Tahun 2001, Hak ulayat adalah hak persekutuan yang di punyai oleh masyarakat adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para wargannya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya, sesuai dengan peraturan perudang-undangan. Ini adalah hak hidup atas suatu wilayah dari penduduk asli Papua, ketika wilayah yang menjadi lingkungan hidupnya tidak di masukan dalam RTRW Papua kenapa?

Disini menjadi jelas bahwa bahwa yang di butuhkan dari Papua hanya sumberdaya alamnya,manusia Papua sama sekali tidak di hargai, dengan menghasilkan peta tata ruang yang hanya menjelaskan ruang-ruang investasi, maka tidak ada ruang hidup masyarakat adat, kampung yang selama ini menjadi tempat tinggal dan tempat hidup masyarakat adat menjadi calon lokasi investasi, dalam kondisi ini, keberadaan masyarakat adat di kampungnya akan di nilai illegal, dan penggangu keamanan, akhirnya akan menimbulkan konflik dan pelanggaran HAM.

Rencana Tata Ruang Wilayah Papua, tidak mengandung 3 pilar penting UU 21 Tahun 2001, yaitu prinsip. Pemberdayaan, Perlindungan, Keberpihakan, apa lagi tidak memasukan ruang-ruang hidup masyarakat adat Papua, sesuatu yang mustahil sebenarnya. Dimana letak pemberdayaannya, Perlindungan dan keberpihakan??.

Pemerintah Papua memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan masyarakat adat Papua dari sisi tata ruang ini, jika wilayah-wilayah hidup masyarakat adat tidak di masukan, maka manusia Papua yang telah lama ada di atas tanah ini di Anggap tidak ada oleh BANK DUNIA dan NEGARA INI.Tindakan ini telah keluar dari hak-hak masyarakat adat yang di atur di Konvensi PBB tentang Hak-Hak Masyrakat Adat.

Apa yang harus di perbuat??, pertama, bahwa perdasi RTRW Papua yang telah ada di Biro Hukum Provinsi Papua, sebaiknya di kembalikan kepada tiem perumus untuk memperbaikinya atau memasukan pasal-pasal yang menerangkan adanya wilayah hidup masyarakat adat. Dan harus melalui proses Uji public, Ke dua, Panitia Legislasi di DPRP perlu ke hati hatian untuk perdasi RTRW Papua ini, sebaiknya RTRW Papua di pending pembahasannya sampai dengan dimasukan hak-hak hidup masyarakat adat. Jika RTRW Papua di implementasikan tanpa penjelasan ruang-ruang hidup masyarakat adat, maka sebenarnya orang papua telah di bunuh dengan Hukum yang berlaku di Negara ini, hanya tinggal tindakan teknisnya yang akan di kerjakan oleh TNI dan POLRI , di mana akan terjadi Perburuan binatang orang Papua, secara sadis..bukankah inilah skenario yang di bangun dalam semangat Otsus????.

Negara ini tidak pernah mengasihi orang Papua, apalagi menganggap manusia Papua sebagai warganya?? adalah pertanyaan penting yang harus di jawab. Negara ini hanya membutuhkan Sumberdaya alam Papua, rusaknya lagi semua skenario ini di Bantu Oleh Bank Dunia.......kami orang Papua ingin bebas karena memang di perlakukan sama dengan binatang, tidak manusiawi kalau SDA nya saja di kuras , dan rakyatnya di perlakukan tidak adil..ini yang terbukti dalam RTRWP saat ini, dulu Indonesia mengalami nasib seperti ini makanya berjuang untuk Bebas, itu juga yang kami inginkan....


Hendrik Palo

Kamis, 02 September 2010

REDD DI PAPUA

MASYARAKAT ADAT
TANAM POHON DAPAT UANG.

(hal.3 Cepos 2 Agustus 2010 )
Oleh : Hendrik Palo

PIPWG-CCRED setuju dengan Pernyataan Gubernur Provinsi Papua tersebut ( pada Cepos, Tanggal 2 Agustus 2010 hal;3) , pernyataan ini harus di tindak lanjuti dengan sebuah kebijakan peraturan daerah agar semua pihak yang menjadikan aturan sebagai Tuhan tunduk sama aturan tersebut. Pernyataan – pernyataan politik kadang tidak terlaksana secara optimal karena tidak di dukungan oleh kebijakan yang tepat. Masyarakat adat tanam pohon saja dapat uang..aturan mana yang mengatur itu???kalau tidak ada aturannya sama saja omong kosong belaka, karena itu perlu aturannya. Jika tidak ada aturan pendukungnya maka pernyataan tersebut hanyalah sebuah slogan. Dan hanyalah mengulang-ulang pembohongan kepada masyarakat adat.
Bahwa peran Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten dan juga BPSDALH sangat penting untuk hal ini, intansi ini harus memikirkan dan merancang konsepnya bagaimana? Jangan lagi munculkan konsep terbalik, masyarakat adat tanam pohon Dinas dapat uangnya…tetapi standartnya adalah pernyataan gubernur, masyarakat adat tanam pohon lalu masyarakat adat dapat uang tunai
Bahwa Papua Indegenous People Working Group On Climate Change and REDD (PIPWG-CCREDD), memiliki personel yang memahami benar tentang Perubahan Iklim dan mekanisme REDD, mereka adalah aktifis LSM , telah mengikuti Training Of Trainer Tingkat Nasional tentang Mitigasi dan Adaptasi, perubahan iklim, REDD dan Masyarakat Adat, di Pusat Pelatihan Masyarakat Adat Provinsi Maluku.
Sehubungan dengan pernyataan Gubernur masyarakat adat bisa mendapatkan uang hanya dengan menanam pohon perlu kami sampaikan beberapa hal:
Pertama, Pernyataan tersebut sama dengan Visi PIPWG-CCRED, yaitu ; Mewujudkan Kemandirian ekonomi masyarakat adat Papua Melalui pertisipasi menurunkan Panas bumi.
Kedua, PIPWG-CCREDD siap membangun kerja sama dengan Gubernur Provinsi Papua, untuk mendorong pernyataan tersebut menjadi kenyataan, bahwa benar masyarakat tanam pohon dapat uang.
Ketiga, Pernyataan tersebut harus di dukung dengan sebuah peraturan daerah, karena banyak hal yang harus di kerjakan dari pernyataan tersebut, misalnya tentang jenis pohon apa saja yang harus di tanam, bagaimana pembayarannya nya ; apakah ada perbedaan untuk jenis-jenis pohon?, berapa harganya?, bagaimana mekanisme pembayarannya, dan lain-lain…termasuk tentang batas-batas tanah, masyarakat harus menghindari konflik karena batas tanah, bagaimana menyelesaikan batas-batas tanah tersebut, masih banyak hal lainnya yang perlu di pikirkan . karena itu di perlukan peraturan daerah, dan Dokumen Petunjuk Pelaksanaan (Juklak/Juknis) .
Ke empat, PIPWG-CCREDD, Telah membangun konsolidasi dengan masyarakat adat pada beberapa komunitas, guna mengetahui daya saya‘ serap masyarakat adat tentang informasi perubahan Iklim dan REDD, hasilnya secara umum masyarakat adat Papua masih awam tentang issue perubahan iklim dan REDD karena itu di butuhkan sosialisasi yang terus-menerus bagi masyarakat adat.
Ke lima, Bahwa kekawatiran kami adalah, Jangan ada calo perdagangan Carbon yang mengambil kesempatan ini, artinya pemerintah harus memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat Papua untuk mendapatkan uang karena menanam pohon, kami sangat keberatan kalau pengelolaan hutan oleh perusahaan pemegang ijin pengelolaan hutan, kalau hal ini terjadi maka masyarakat bukan mendapatkan uang tetapi akan menjadi lebih miskin lagi..dan konflik akan pecah di mana-mana di atas tanah Papua ini.
Ke enam, PIPWG-CCREDD, menyediakan seluruh keberadaan untuk membantu Gubernur Provinsi Papua ,dalam mewujud nyatakan pernyataan Gubernur Provinsi Papua, bahwa masyarakat adat tanam pohon mendapatkan uang.