Selasa, 07 September 2010

REDD DI PAPUA

TIDAK JELAS INFORMASI REDD
BAGI MASYARAKAT ADAT PAPUA
Dari Konsolidasi Masyarakat Adat Pribumi Papua
BPPTP Papua, tanggal 4-6 Agustus 2010

Oleh : Hendrik Palo

Saya di undang mewakili Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Papua , sebagai pembawa materi pada konsolidasi tersebut dengan topic Penyiapan Masyarakat adat dalam menghadapi mekanisme REDD, saya menilai bahwa ini adalah kesempatan baik untuk menjelaskan REDD kepada Masyarakat Pribumi Tanah Papua. Dan juga mendapat kesempatan untuk mengetahui secara langsung bagaimana pemahaman masyarakat adat Papua tentang REDD, juga mau mendengarkan bagaimana narasumber lainya menyampaikan tentang REDD.

Edison Yaro serai ( Komunitas Yakari)
Dari presentasi AMAN yang di sampaikan nara sumber tadi, dimana Issu REDD telah bergulir cukup lama, dan lebih rameh di tahun 2007 setelah konverensi UNCCC di Bali, Pemerintah Papua nampak lebih antusias dan kira-kira 70% telah siap implementasikan REDD Papua. tetapi saya sendiri baru mengetahui REDD setelah penyampaian tadi. Saya Kuatir masyarakat adat akan mati , karena banyak hal yang di sembunyikan dari masyarakat adat pemilik tanah ini. PPMA harus meningkatkan pembinaan dan latihan kepada LMA, DPMA,dan DAS. Masyarakat adat harus memiliki kelembagaan yang jelas, agar mempermudah penyelenggaraan proses-proses belajar dan penguatan bagi masyarakat adat. Banyak ondofolo yang di undang, atau di bawah keluar untuk memperlancar kemauan-kemauan segelintir orang, berbicara tentang kampung, tempatnya di para-para adat kampung , ini harus menjadi perhatian masyarakat adat .Adat harus menekan pemerintah kabupaten untuk alokasi dana bagi penguatan masyarakat adat, melalui pelatihan-pelatihan kita mendapat pengetahuan tentang REDD . kita terlambat sekali.

Anton Maniamboi ( Komunitas Waropen)
Di tanah Yapen dan Waropen, berbicara REDD pasti berhubungan dengan kalawai tikam ikan ( sumpit), kenapa? REDD adalah sebutan sehari-hari disana untuk menyebutkan Perairan terumbu karang. Artinya juga bahwa kami tidak tau infomasi ini padahal informasi ini penting bagi kami masyarakat adat, kenapa di sembunyikan??.
Hubungannya dengan REDD , bagaimana jalan keluar agar peta masyarakat adat menjadi kuat dan dapat di pergunakan.bentuk pengakuan pemerintah terhadap hak ulayat masyarakat adat seperti apa?

Charles Wouw ( Komunitas Kemtuik)Memang terasa pengaruh pemanasan global dimana –mana , terdapat tanaman berubah warna, tanaman bulu misalnya, pada musim kemarau tahun-tahun sebelumnya daunya tetap hijau, tetapi sekarang hanya dua hari kemarau daun-dauannya telah menguning. Demikian tanaman lainnya.
Masyarakat adat harus berbuat apa dengan kondisi iklim global seperti ini, karena yang berada langsung dengan hutan dan tumbuhan adalah kami masyarakat adat, apa yang harus kami lakukan??,
Dana Konpensasi REDD Norwegia ini kamana??, sebaiknya di turunkan langsung kekampung-kampung agar semua rakyat di gerakan untuk menyelamatkan bumi dari pemanasan Global ini. kenapa pemerintah Papua masih tertutup dengan hal ini? ada apa??..penghuni bumi ini adalah kita semua, karena itu rakyat kampung juga memiliki tanggung jawab menyelamatkan bumi.

Welmemina Hanmebi (Jayapura)
Masyarakat membutuhkan organisasi untuk membangun adanya komunikasi REDD dengan Pemerintah, di beberapa tempat belum ada organisasi adat, contohnya di Nafri, disana kita di bawah LMA Port Numbay, tetapi rakyat tidak ada kebebasan , karena LMA PN telah terkoptasi dengan kepentingan politik , banyak masalah-masalah kampung yang tidak di selesaikan.

Vincen (Komunitas Keroom)
Saya selalu kontra dengan pejabat-pejabat adat Keroom, kenapa? 1, Bahwa Para-para adat tidak di fungsikan untuk sebagai tempat mengambil keputusan, banyak keputusan public merupakan hasil negosiasi di luar para-para adat, 2. Tokoh adat berhubungan langsung dengan investor ini bagaimana? Saya mengharapkan proses-proses seperti diatas harus terjadi di para-para adat, karena keputusan public maka harus melibatkan banyak pihak.

Yotam Bairam (DPMA Kemtuik)
Dalam pandangan pemerintah saat ini, bahwa Kampung asli adalah kampung pemukiman, karena kepala kampung yang berkuasa, padahal pada kampung yang sama terdapat perangkat pemerintahan asli (perangkat adat), dan juga perangkat pemerintahan Kampung versi pemeritah. Dalam kondisi seperti ini maka pemerintah kampung asli tidak nampak, yang nampak adalah pemerintah kampung pemukiman. Pada hal ini bukan pemukiman dadakan, ini kampung yang telah ada sejak nenek moyang, Hubungannya dengan REDD, tidak ada hutan Negara di Papua, ini Hutan adat, karena itu pemerintah wajib membangun komunikasi dengan masyarakat adat.

Kesimpulan
Lebih kurang 57 masyarakat adat menghadiri konsolidasi tersebut, mewakili komunitas Wamena, Sorong, Yapen, Serui, Waropen, Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keroom . Pertanyaan penting mereka adalah informasi tentang REDD kenapa tertutup bagi masyarakat adat Papua, masyarakat adat baru mengetahuinya setelah presentasi hari ini. tawaran solusi yang di berikan adalah dalam tahapan persiapan ini pt PPMA harus memperbanyak pelatihan-pelatihan masyarakat adat dengan materi yang berhubungan dengan REDD ini, dan juga membentuk organisasi-organisasi masyarakat adat bagi yang belum memiliki organisasi masyarakat adat.

Terdapat juga peringatan bagi pemimpin adat , agar tidak merespon investor atau pihak lain di luar para-para adat, semua aktifitas untuk memanfaatkan SDA kampung harus melalui proses demokrasi di kampung atau di para-para adat, memang para ondofolo memiliki kelemahan dalam hal ini, karena itu pihak pemerintah atau investor jangan menjadikan kondisi ini sebagai peluang untuk manipulasi dokument legal dll, tetapi harus mengarahkan ondofolo yang bersangkutan untuk kembali ke para-para adat. Karena para-para adat adalah tempat membuat keputusan, terbuka dan langsung bersama masyarakat. Prinsip communal, transparansi dan demokrasi benar-benar terpakai secara utuh.
Termasuk kesepakatan Konservasi antara Ondofolo dan pemerintah Provinsi Papua tentang cagar alam Cyclop. Secara budaya ondolo memiliki hubungan dengan alam, sehingga kesepakatan-kesepakatan yang terbuat seperti itu tidak perlu di buat di Hotel-hotel tetapi sebaiknya di Kampung. Salah satu kampung sekitar Cyclop ini dapat di jadikan basis Cagar Alam Cyclop/ Konsevasi Cyclop. Sebaiknya menggunakan kampung yang intervesinya ke areal gunung Cyclop, atau komunitas yang saat ini banyak memanfaatkan kawasan ini.

Penyelamatan Cyclop membutuhkan perhatian semua elemen termasuk masyarakat adat, karena hutan Cyclop dan segala sesuatu yang ada didalam adalah milik Masyarakat Adat.
REDD bagi masyarakat adat adalah informasi baru, sehingga semua pihak bertanggung jawab menjelaskannya kepada masyarakat adat dengan benar, ironis memang kalau masyarakat adat tidak mengetahui REDD sementara mereka memiliki hak ulayat atas hutan Papua ini. hpl

Tidak ada komentar: