Jumat, 18 Mei 2012

MASYARAKAT ADAT ASEI...DAN MESIN CETAK KULIT KAYU


 ISTRI MARIPANGESTU
MEMILIKI UTANG DI KAMPUNG ASEI
DISTRIK SENTANI TIMUR- KABUPATEN
JAYAPURA –PROVINSI PAPUA……………………..

Desainer mesin ini tidak menerima apa yang masyarakat disini sampaikan, sehingga hasilnya  begini, Mesin –mesin ini tidak bisa di pakai lagi  dan saat ini mulai menjadi Besi Tua. Demikian yang di sampaikan  oleh Kepala Kampung Asei Pulau atas nama Marthen Ohee kepada saya di Para-para adat Asei Pulau ketika saya bersama kawan dari 24  kampung  di sentani melaksanakan latihan tarian perang di sana.

Ketika sedang makan di restoran Oheey Faa, salah satu restoran di pinggiran Danau Sentani, istri dari Mari Pengestu melihat sebuah kampung di tengah danau sentani yaitu kampung Asei namanya, bertepatan dengan keberadaannya waktu itu di Papua Dia berniat mengunjungi Kampung Asei, akhirnya  Pemerintah daerah mempersiapkan akomodasinya dan ibu Mari pengestu  berhasil mendatangi kampung Asei Ketika Itu.

Ada apa di Kampung Asei ini, kampung ini adalah kampung Penghasil ukiran diatas kulit kayu,  merupakan  satu-satunya kampung di dunia yang  menghasilkan ukiran di atas kulit kayu. Kampung ini terkenal secara internasional karena ukiran kayu yang di hasilkan oleh masyarakat nya.  Ketika mengunungi kampung ini, terjadi diskusi dengan masyarakat Kampung sei, Permintaan masyarakat adalah ibu harus memberikan  kepada mereka Mesin untuk membuat bahan baku ukiran kulit kayu, atau mesin untuk membuat kulit kayu menjadi bahan yang siap untuk di ukir. Hal ini di setujui oleh  ibu Mari pangestu, tidak lama kemudian datang  mesin pencetak kulit kayu, setelah di test ternyata kulit kayunya tidak mengalami proses  penumbukkan tetapi tetap seperti semula. Mesin rolpress tidak memproses kulit kayu sama sekali,  4 buah mesin sama saja ,  langkah yang di ambil adalah  membuat mesin tetapi yang menumbuk kulit kayu, itupun terjadi kesalahan karena mesin tersebut tidak memiliki kecepatan yang dapat di atur untuk lamabat atau cepat,  sehingga kalit  yang di coba di tumbuk menjadi bolong dan tidak layak sebagai bahan untuk ukiran kayu,   setelah itu, tidak ada solusinya lagi, semua mesin –mesin  masih tersimpan di rumah adat kampung Asei, di perkirakan biaya yang kelur untuk mesin ini bisa sekitar 500-700 juta., karena kelamaan tanpa penutup, mesin-mesin ini mulai karatan.

Dalam Diskusi saya dengan kepala kampung Asei Pulau ini, inilah bentuk-bentuk kerja orang yang hanya mencari keuntungan semata, sehingga tidak  menghasilkan satupun mesin pencetak bahan ukiran kulit kayu yang tepat, tetapi justru semakin di rubah, menjadi semakin rumit, dan bahkan di tinggalkan begitu saja tanpa ada pihak yang mau bertanggung jawab.

Pada mesin tersebut terdapat tulisan cetakan hitam, “ Sarana prasarana produksi bantuan pusat kementerian Perdagangan. Dan Industri”,  jika terdapat tulisan seperti ini makan jelas , bahwa pihak mana yang harus bertanggung jawab, dalam diskusi saya minta kepada kepala kampung Asei Kecil untuk segera kirimkan surat kepada kementrian perdagangan agar segera mengangkat mesin-mesin ini dari  Asei pulau, karena tidak di gunakan oleh masyarakat. Melalu kesempat ini saya ingin sampaikan kepada pemerintah sebagai pemberi danah, apabila ada laporan yang baik tetang yang proyek ini, maka jangan di percaya, karena Mesin-Mesin tersebut tidak digunakan sama sekali, karena salah desaian, dan salah memberikan Mesin. Pihak pelaksana proyek ini pasti di untungkan, masyarakat tertipu dengan para pihak tersebut…. Hendrik Palo.

Tidak ada komentar: